Samsul Ma’arif: Regulasi Pembatasan Media Sosial untuk Anak Sangat Penting, Tapi Implementasinya Tidak Mudah

Ilustrasi Anak Kecanduan Gadget
Ilustrasi Anak Kecanduan Gadget
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Brebes,  WISATA - Pemerintah Indonesia tengah mempertimbangkan regulasi yang akan membatasi penggunaan media sosial bagi anak-anak. Langkah ini dilakukan untuk melindungi generasi muda dari dampak negatif dunia digital yang semakin mengkhawatirkan. Namun, efektivitas kebijakan ini masih menjadi perdebatan, terutama terkait implementasi di lapangan.

Salah satu tokoh pendidikan, Samsul Ma’arif, yang saat ini menjabat sebagai Kepala SMA 1 Brebes, menegaskan pentingnya regulasi ini. Namun, ia juga mengingatkan bahwa penerapannya tidak akan mudah. Samsul Ma’arif yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Brebes menilai bahwa meskipun sekolah sudah memiliki aturan terkait penggunaan media sosial, implementasinya masih menjadi tantangan besar.

Urgensi Regulasi Pembatasan Media Sosial untuk Anak

Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak dan remaja di Indonesia. Berdasarkan survei Neurosensum Indonesia tahun 2021, sekitar 87% anak di Indonesia sudah mengenal media sosial sebelum usia 13 tahun. Bahkan, mereka mulai aktif menggunakan platform seperti YouTube, Instagram, dan Facebook sejak usia 7 tahun.

Paparan yang terlalu dini terhadap media sosial dapat membawa berbagai dampak negatif, mulai dari gangguan kesehatan mental, cyberbullying, kecanduan gadget, hingga akses terhadap konten yang tidak sesuai usia. Hal ini yang menjadi perhatian utama pemerintah dalam merancang regulasi pembatasan penggunaan media sosial bagi anak-anak.

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, mengatakan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan penetapan batas usia minimum bagi pengguna media sosial, sebagaimana yang diterapkan di beberapa negara lain seperti Australia yang melarang anak di bawah usia 16 tahun memiliki akun media sosial.

Namun, banyak pihak menilai bahwa pembatasan ini harus disertai dengan strategi pengawasan yang kuat, terutama dalam konteks penerapan di lingkungan sekolah dan keluarga.

Tantangan Implementasi di Sekolah

Samsul Ma’arif menegaskan bahwa pembatasan penggunaan media sosial bagi anak-anak memang sangat penting. Menurutnya, banyak permasalahan yang bersumber dari penggunaan ponsel dan media sosial secara berlebihan.

"Sumber masalah saat ini banyak berasal dari penggunaan HP dan media sosial," ujarnya.

Namun, Samsul juga mengakui bahwa mengimplementasikan aturan pembatasan penggunaan media sosial di sekolah bukanlah hal yang mudah.

"Kalau di sekolah, kita sudah punya aturan. Itu pun susah implementasinya," kata Samsul.

Sebagian sekolah di Indonesia telah mencoba menerapkan aturan yang melarang siswa membawa ponsel ke sekolah, namun pelaksanaannya sering kali menghadapi tantangan. Beberapa siswa tetap membawa perangkat mereka secara diam-diam, sementara orang tua terkadang mengizinkan anak-anak mereka membawa ponsel dengan alasan kebutuhan komunikasi.

"Mungkin bukan melarang, tapi diatur penggunaannya. Namun, kalau pemerintah mau melarang, kita senang. Lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya," tambah Samsul Ma’arif.

Pernyataan ini menegaskan bahwa pembatasan media sosial bagi anak-anak memang diperlukan, tetapi tanpa pendekatan yang tepat, implementasi kebijakan tersebut bisa menjadi tidak efektif.

Dampak Media Sosial pada Anak-Anak

Menurut laporan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), penggunaan media sosial yang tidak terkontrol dapat berdampak buruk bagi anak-anak, antara lain:

1.     Gangguan Konsentrasi dan Prestasi Akademik
Anak-anak yang kecanduan media sosial cenderung mengalami penurunan fokus dalam belajar, yang berdampak pada prestasi akademik mereka.

2.     Cyberbullying
Studi dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa 1 dari 3 anak di Indonesia pernah mengalami cyberbullying melalui media sosial.

3.     Gangguan Kesehatan Mental
Depresi dan kecemasan meningkat pada anak-anak yang terlalu sering menggunakan media sosial, terutama akibat tekanan sosial dan ekspektasi yang tidak realistis dari dunia maya.

4.     Paparan Konten Tidak Sesuai Usia
Banyak anak terpapar konten kekerasan, pornografi, dan ujaran kebencian yang beredar luas di media sosial tanpa pengawasan yang memadai.

Regulasi yang Perlu Dipertimbangkan

Jika pemerintah benar-benar ingin membatasi penggunaan media sosial bagi anak-anak, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan:

  • Batasan Usia Pengguna: Menetapkan batas usia minimum bagi anak-anak untuk memiliki akun media sosial, sebagaimana diterapkan di beberapa negara lain.
  • Verifikasi Usia yang Ketat: Menggunakan sistem identifikasi yang lebih ketat untuk memastikan bahwa anak-anak tidak dapat mengakses platform yang tidak sesuai dengan usia mereka.
  • Peran Orang Tua dan Sekolah: Meningkatkan literasi digital bagi orang tua dan guru agar mereka bisa mendampingi anak-anak dalam penggunaan media sosial secara sehat.
  • Sanksi bagi Platform Digital: Memberikan sanksi kepada perusahaan media sosial yang tidak mematuhi regulasi terkait perlindungan anak.

Pembatasan penggunaan media sosial bagi anak-anak adalah langkah yang sangat penting untuk melindungi mereka dari berbagai dampak negatif dunia digital. Namun, kebijakan ini harus diimplementasikan dengan strategi yang jelas dan pengawasan yang ketat agar efektif.

Samsul Ma’arif menekankan bahwa meskipun sekolah telah memiliki aturan terkait media sosial, implementasinya masih sulit. Oleh karena itu, selain regulasi dari pemerintah, peran orang tua, guru, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk memastikan anak-anak dapat menggunakan teknologi dengan bijak.

Sebagai generasi digital, anak-anak tidak dapat sepenuhnya dijauhkan dari media sosial. Yang diperlukan adalah pendekatan yang seimbang antara pembatasan, edukasi, dan pengawasan yang ketat. Dengan demikian, mereka dapat tetap mendapatkan manfaat positif dari teknologi tanpa harus menghadapi dampak negatif yang merugikan.