Wearable Technology: Pemantauan Non-Invasif dengan AI untuk Deteksi Awal Epilepsi

Ilustrasi Metodologi AI dalam Diagnostik Penyakit Otak
Sumber :
  • Cuplikan Layar

Jakarta, WISATA - Epilepsi adalah salah satu gangguan neurologis yang paling umum, memengaruhi sekitar 50 juta orang di seluruh dunia, menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kondisi ini sering kali ditandai dengan serangan mendadak yang bisa mengancam keselamatan pasien, terutama jika terjadi tanpa peringatan. Namun, dengan perkembangan teknologi wearable berbasis kecerdasan buatan (AI), kini ada solusi yang lebih canggih dan nyaman untuk membantu pasien memantau kondisi mereka secara real-time.

Wearable technology, atau perangkat yang dapat dikenakan, menghadirkan pendekatan non-invasif yang memungkinkan deteksi dini tanda-tanda serangan epilepsi. Artikel ini mengulas bagaimana teknologi ini bekerja, manfaatnya bagi pasien, serta tantangan yang dihadapi dalam pengembangannya.

Bagaimana Wearable Technology Bekerja?

Perangkat wearable untuk deteksi epilepsi biasanya berbentuk gelang, jam tangan pintar, atau sensor yang ditempelkan pada kulit. Perangkat ini dilengkapi dengan sensor canggih untuk memantau berbagai parameter fisiologis seperti aktivitas otot, detak jantung, pola pernapasan, dan gelombang otak (EEG).

Teknologi AI memainkan peran penting dalam memproses data ini secara real-time. Dengan algoritma pembelajaran mesin (machine learning), perangkat dapat mengenali pola yang menunjukkan potensi serangan epilepsi. Misalnya, lonjakan aktivitas listrik tertentu di otak atau perubahan detak jantung yang tidak normal dapat diidentifikasi sebagai tanda peringatan.

Dikutip dari laporan Nature Electronics (2023), algoritma berbasis AI pada wearable devices telah mencapai tingkat akurasi hingga 85% dalam mendeteksi serangan epilepsi, menjadikannya alat yang sangat berguna untuk manajemen kondisi ini.

Manfaat Wearable Technology bagi Pasien