Apakah Shifting Digital yang Disalahkan? Realitas Ekonomi di Tengah Ancaman Resesi

Fakta di Balik Kelesuan Ekonomi Global
Sumber :
  • Image Creator bing/Handoko

Data lain dari Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja di berbagai negara juga mengalami tekanan. Tingkat pengangguran di beberapa negara Eropa melonjak akibat penurunan produksi manufaktur. Di Amerika Serikat, sektor teknologi yang sebelumnya digadang-gadang sebagai sektor paling stabil justru mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, dengan lebih dari 150.000 pekerja teknologi kehilangan pekerjaan sepanjang 2023.

Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi tetap positif, namun tidak lepas dari ancaman global. Ekspor komoditas utama seperti batu bara dan minyak sawit terpengaruh oleh ketidakpastian ekonomi dunia. Selain itu, konsumsi domestik yang menjadi tumpuan utama ekonomi juga melemah akibat daya beli masyarakat yang menurun.

Fakta Shifting dan Resesi: Saling Menguatkan atau Saling Bertolak Belakang?

Apakah shifting digital dan ancaman resesi ini saling berkaitan? Dalam kenyataannya, keduanya bisa saling menguatkan. Transformasi digital memang dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi, tetapi dalam jangka pendek, ia dapat memperburuk ketimpangan ekonomi. Sebagai contoh, hanya mereka yang memiliki akses dan keahlian digital yang akan bertahan, sementara pekerja konvensional harus berjuang lebih keras untuk beradaptasi.

Sebuah survei yang dilakukan oleh McKinsey menyatakan bahwa 60% eksekutif di Asia-Pasifik percaya bahwa perusahaannya harus melakukan transformasi digital untuk bertahan dalam persaingan global. Namun, 40% lainnya menyebutkan bahwa adaptasi ini membutuhkan investasi besar, yang justru memperberat beban keuangan perusahaan di tengah ketidakpastian ekonomi.

Strategi Bertahan: Adaptasi atau Inovasi

Bagi banyak perusahaan, kunci untuk bertahan di era ini adalah menemukan keseimbangan antara inovasi dan adaptasi. Bisnis harus mengintegrasikan teknologi baru, tetapi juga tidak mengabaikan aspek-aspek manusiawi, seperti pelatihan ulang tenaga kerja. Di sisi lain, pemerintah di berbagai negara mulai menyadari bahwa intervensi diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi.