Kebocoran Data NPWP: Apakah Sistem Keamanan Siber Indonesia Sudah Usang?
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Kasus kebocoran data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang melibatkan sejumlah pejabat tinggi di Indonesia menghebohkan publik. Peristiwa ini memicu kekhawatiran tentang seberapa aman sistem keamanan siber di Indonesia, terutama dalam melindungi data pribadi warganya. Di era digital yang terus berkembang, keamanan data menjadi isu krusial yang tidak bisa diabaikan. Namun, mengapa insiden kebocoran ini masih terjadi? Apakah sistem keamanan siber Indonesia sudah usang dan tidak mampu mengatasi serangan yang semakin canggih?
Lonjakan Kebocoran Data di Indonesia
Kebocoran data bukanlah hal baru di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai insiden serupa terjadi. Sebagai contoh, pada 2020, kebocoran data pengguna BPJS Kesehatan melibatkan lebih dari 200 juta data pribadi. Pada 2021, data 1,3 juta pelanggan e-commerce Tokopedia bocor dan dijual di pasar gelap. Semua ini mengindikasikan adanya celah besar dalam sistem keamanan siber Indonesia yang seharusnya menjadi perlindungan utama dalam melawan serangan siber.
Sistem Keamanan Siber: Sudah Usang?
Sistem keamanan siber di Indonesia banyak dikelola oleh entitas pemerintah dan lembaga publik, yang seharusnya memiliki kapasitas untuk melindungi data sensitif. Namun, banyak yang berpendapat bahwa teknologi keamanan yang digunakan sudah ketinggalan zaman dan tidak mampu menghadapi tantangan serangan siber modern.
Teknologi yang diterapkan saat ini cenderung bergantung pada protokol-protokol keamanan yang telah ada selama bertahun-tahun, sementara para hacker terus mengembangkan metode baru untuk menembus sistem ini. Banyak perusahaan teknologi besar di dunia sudah beralih ke metode perlindungan data yang lebih canggih, seperti enkripsi end-to-end, kecerdasan buatan (AI), serta multi-factor authentication (MFA). Sayangnya, banyak sistem di Indonesia masih menggunakan pendekatan yang lebih tradisional dan mudah ditembus.
Tantangan Teknologi di Era Digital