Kebocoran Data NPWP: Apakah Sistem Keamanan Siber Indonesia Sudah Usang?
- Image Creator/Handoko
Di era di mana teknologi berkembang dengan cepat, ancaman siber juga semakin meningkat. Menurut laporan yang dikeluarkan oleh Norton Cyber Security, serangan siber di seluruh dunia meningkat sebesar 30% pada tahun 2022. Di Indonesia sendiri, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat ada lebih dari 1,6 miliar ancaman siber yang terjadi sepanjang tahun 2021. Angka ini naik dari 1,2 miliar ancaman pada 2020, yang menunjukkan bahwa Indonesia menjadi target serangan siber yang semakin serius.
Salah satu masalah terbesar adalah ketidakmampuan sistem lama untuk mengidentifikasi dan memblokir serangan zero-day, yakni serangan yang memanfaatkan celah keamanan yang belum diketahui. Ini menjadi salah satu alasan mengapa kebocoran data NPWP terjadi.
Kebijakan dan Regulasi yang Lemah
Selain teknologi yang ketinggalan zaman, regulasi mengenai perlindungan data di Indonesia masih belum memadai. RUU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang telah lama dibahas belum disahkan, sehingga memberikan celah hukum bagi pihak-pihak yang ingin memanfaatkan data pribadi secara ilegal. Bahkan, lembaga pemerintah sering kali tidak memiliki protokol yang ketat dalam menangani data pribadi warganya.
Seiring dengan semakin mendesaknya perlindungan data, pemerintah Indonesia seharusnya mempercepat pengesahan RUU PDP dan memastikan implementasi teknologi perlindungan data yang sesuai dengan standar internasional.
Solusi untuk Mencegah Kebocoran Data di Masa Depan
Untuk mencegah terulangnya kebocoran data seperti yang terjadi pada kasus NPWP, langkah-langkah teknologi yang lebih canggih harus segera diimplementasikan. Beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain: