JOMO dan Stoikisme: Solusi untuk "Brain Rot" dan Menemukan Ketenangan di Era Digital
- Image Creator Bing/Handoko
Jakarta, WISATA - Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, kita sering kali merasa terjebak dalam lingkaran kecanduan teknologi. Media sosial, streaming, dan pemberitahuan yang datang tak henti-hentinya bisa membuat kita terjebak dalam rutinitas yang merusak fokus dan produktivitas. Fenomena ini yang disebut "brain rot" kini menjadi masalah yang dihadapi banyak orang di era digital. Namun, ada cara untuk melawan ini, yaitu dengan mengadopsi prinsip-prinsip dari JOMO (Joy of Missing Out) dan Stoikisme.
Mengapa JOMO dan Stoikisme Bisa Menjadi Solusi?
Dalam dunia yang penuh dengan gangguan digital, prinsip JOMO mengajarkan kita untuk menikmati waktu kita tanpa harus selalu terhubung dengan dunia maya. JOMO adalah kebalikan dari FOMO (Fear of Missing Out) yang banyak dipromosikan di media sosial, di mana orang merasa terpaksa untuk terus mengikuti tren atau perbincangan yang ada. Dengan JOMO, kita memberi ruang bagi diri kita untuk menikmati ketenangan, menyisihkan waktu untuk aktivitas offline yang memberi manfaat lebih besar bagi kehidupan pribadi dan profesional.
Sementara itu, Stoikisme, sebuah filosofi yang telah ada sejak zaman kuno, mengajarkan kita untuk menerima hal-hal yang tidak dapat kita kontrol dan fokus pada apa yang ada dalam genggaman kita. Prinsip Stoikisme mengajarkan kita untuk menjaga ketenangan pikiran dalam menghadapi gangguan luar, serta untuk memanfaatkan waktu secara bijak. Dengan mengadopsi pandangan ini, kita bisa mengatasi brain rot dan kembali menemukan ketenangan dalam hidup yang penuh tekanan.
Hubungan antara Brain Rot dan JOMO
Seiring dengan berkembangnya teknologi, kita sering kali terjebak dalam dunia maya dan tidak sadar telah menghabiskan berjam-jam untuk konten yang tidak memberikan nilai lebih. Dalam hal ini, JOMO menjadi sangat relevan. Dengan memutuskan untuk tidak selalu terhubung dan menikmati kesendirian atau kegiatan lain yang tidak terkait dengan layar, kita memberi otak kesempatan untuk beristirahat dan menyegarkan kembali energi mental kita. Ini membantu mengurangi rasa kecemasan yang sering timbul akibat keinginan untuk selalu mengikuti perkembangan dunia maya.
Menerapkan Stoikisme untuk Menghadapi Brain Rot
Stoikisme mengajarkan kita untuk berfokus pada apa yang bisa kita kontrol dan melepaskan hal-hal yang berada di luar kendali kita. Dalam konteks brain rot, ini berarti mengurangi paparan terhadap hal-hal yang membuang waktu dan energi, seperti gangguan digital. Kita tidak bisa mengendalikan semua pemberitahuan yang datang atau godaan untuk terus menggulir feed media sosial, namun kita dapat mengendalikan bagaimana kita meresponsnya. Dengan mempraktekkan stoikisme, kita bisa melatih diri untuk tetap fokus pada tujuan kita dan membatasi distraksi yang tidak perlu.
Langkah-Langkah Praktis untuk Mengurangi Brain Rot dengan JOMO dan Stoikisme
1. Bersikap Selektif dalam Menggunakan Teknologi
Gunakan teknologi hanya untuk hal-hal yang mendukung tujuan pribadi dan profesional Anda. Jangan biarkan media sosial atau pemberitahuan mengalihkan perhatian Anda. Terapkan prinsip JOMO dengan disengaja memilih untuk tidak terhubung setiap saat.
2. Praktikkan Mindfulness
Berlatih mindfulness setiap hari, baik itu melalui meditasi atau hanya dengan berfokus pada pernapasan Anda. Ini membantu menenangkan pikiran dan mengurangi kecemasan yang timbul akibat kelebihan informasi.
3. Ciptakan Rutinitas Sehat Tanpa Teknologi
Sisihkan waktu setiap hari untuk aktivitas tanpa perangkat, seperti berjalan-jalan, membaca, atau berolahraga. Aktivitas ini tidak hanya menyegarkan tubuh, tetapi juga memberikan peluang bagi otak untuk berpikir jernih.
Menghadapi brain rot di era digital bukanlah hal yang mudah, tetapi dengan mengadopsi prinsip JOMO dan Stoikisme, kita dapat menciptakan kehidupan yang lebih seimbang dan produktif. Dengan menyaring gangguan dan fokus pada apa yang benar-benar penting, kita dapat melawan brain rot dan menikmati hidup dengan ketenangan yang lebih dalam.