Tirai Tertutup Liga Voli Korea: Kontroversi KOVO dan Diskriminasi Halus terhadap Atlet Asing
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Korea Selatan dikenal sebagai negara dengan sistem olahraga yang tertata dan disiplin tinggi. Namun di balik kesuksesan penyelenggaraan Liga Voli Korea atau yang dikenal dengan V-League, mulai mencuat suara-suara sumbang yang mengungkap adanya ketimpangan sistemik dalam perlakuan terhadap pemain asing. Sorotan tajam kini tertuju pada KOVO (Korea Volleyball Federation), federasi yang membawahi jalannya liga tersebut.
Kontroversi demi kontroversi yang menyeret dua bintang asing—Giovanna Milana dan Megawati Hangestri—bukanlah peristiwa tunggal. Melainkan potongan dari puzzle besar yang menunjukkan ketidaksetaraan dalam sistem yang seharusnya menjunjung sportivitas dan profesionalisme.
KOVO di Tengah Badai Kritik
Federasi Bola Voli Korea (KOVO) merupakan otoritas tertinggi yang mengatur segala aspek dalam penyelenggaraan V-League, termasuk rekrutmen pemain asing, pemilihan Best 7 tiap musim, hingga distribusi penghargaan. Tapi belakangan, kredibilitas lembaga ini mulai dipertanyakan.
Isu terbaru meletup setelah Megawati Hangestri—opposite Red Sparks asal Indonesia—tidak masuk dalam jajaran Best 7 V-League 2024/2025, meski tampil dominan secara statistik. Sebelumnya, kasus serupa juga dialami Giovanna Milana yang menyuarakan kritik tajam bahwa “pemain diperlakukan seperti aset, bukan manusia.”
Tak sedikit yang menilai bahwa KOVO secara tidak langsung telah memperlakukan atlet asing sebagai komoditas yang dijual demi eksposur, bukan mitra setara dalam kompetisi. Ketika seorang pemain mampu mendongkrak rating dan penjualan tiket, ia dielu-elukan. Namun saat tiba waktu penghargaan, seolah tak terlihat.
Diskriminasi Halus dalam Format Liga