Seneca: Apa yang Diberikan Nasib Bukanlah Milikmu yang Sejati
- Cuplikan layar
Orang yang menggantungkan harga dirinya pada kekayaan akan hancur ketika hartanya hilang. Namun orang yang membangun dirinya dengan prinsip akan tetap utuh, bahkan di tengah kehilangan.
Hidup dalam Ketergantungan: Bahaya yang Tak Terlihat
Mengandalkan nasib berarti kita hidup dalam ilusi stabilitas. Padahal, dunia selalu berubah. Investasi bisa gagal. Bisnis bisa bangkrut. Kesehatan bisa menurun. Popularitas bisa hilang dalam sekejap. Ketika seluruh identitas kita tergantung pada sesuatu yang tidak abadi, maka kita menjadi rentan terhadap krisis eksistensial.
Inilah yang ingin dihindari oleh filsafat Stoik. Dengan menyadari bahwa apa yang diberikan nasib bukan milik sejati, kita bisa melepaskan keterikatan yang berlebihan dan membangun hidup yang lebih tenang serta berdaya.
Perbandingan: Raja yang Tergantung vs Petani yang Merdeka
Bayangkan seorang raja yang seluruh hidupnya bergantung pada pujian rakyat, kekayaan istana, dan kestabilan politik. Ia tidur dengan gelisah, selalu khawatir akan pengkhianatan atau kudeta. Di sisi lain, seorang petani sederhana hidup dalam batas kebutuhannya, tetapi damai karena ia tidak terikat pada hal-hal yang bisa hilang.
Seneca akan berkata bahwa petani itu lebih bebas dan kaya secara jiwa dibanding sang raja. Karena kebahagiaan sejati, bagi filsafat Stoik, tidak datang dari luar, tetapi dari dalam.