Seneca: Apa yang Diberikan Keberuntungan Bukanlah Milikmu yang Sebenarnya

Seneca
Sumber :
  • Cuplikan layar

Malang, WISATA - “What fortune has made yours is not your own.”
Ungkapan ini berasal dari Lucius Annaeus Seneca, salah satu filsuf besar dari Romawi Kuno yang menganut paham Stoikisme. Dalam kutipan ini, Seneca memberikan pelajaran penting mengenai hakikat kepemilikan dan nilai sejati dari sesuatu yang kita miliki. Ia menyampaikan bahwa segala sesuatu yang kita peroleh karena keberuntungan—entah itu harta, jabatan, ketenaran, atau status sosial—bukanlah milik sejati kita, karena sewaktu-waktu bisa direnggut kembali oleh nasib.

Rahasia Kebahagiaan Abadi Ala Socrates: “Orang Bijak Menemukan Kebahagiaan dalam Kesederhanaan”

Seneca tidak mengecilkan nilai dari pencapaian eksternal, tetapi ia mengingatkan bahwa ketergantungan pada keberuntungan akan membuat hidup rapuh. Yang benar-benar milik kita adalah hal-hal yang kita bentuk melalui kebajikan, usaha, karakter, dan pilihan hidup.

 

Keberuntungan: Anugerah yang Sementara

Cara Seneca Mengubah Ketakutan Jadi Kekuatan: Strategi Mental ala Stoik

Dalam hidup, kita sering menyaksikan orang yang tiba-tiba menjadi kaya karena warisan, terkenal karena viral di media sosial, atau sukses karena berada di tempat dan waktu yang tepat. Ini semua adalah bentuk keberuntungan—sesuatu yang datang dari luar diri kita, bukan hasil kerja keras atau proses pembentukan karakter.

Seneca memperingatkan bahwa keberuntungan adalah entitas yang berubah-ubah. Apa yang datang tanpa usaha bisa pergi tanpa peringatan. Maka menggantungkan harga diri dan rasa aman pada hal-hal yang diberikan oleh nasib adalah tindakan berbahaya.

 
Kisah Tragis Akhir Hayat Seneca: Dibunuh oleh Kekuasaan yang Pernah Ia Dukung

Apa yang Benar-Benar Milik Kita?

Filsafat Stoik mengajarkan bahwa satu-satunya hal yang benar-benar menjadi milik kita adalah pikiran, sikap, dan tindakan kita. Kekayaan, kesehatan, reputasi, dan bahkan hubungan bisa berubah kapan saja. Tapi bagaimana kita berpikir, bagaimana kita memilih bersikap dalam menghadapi keadaan, itulah yang tidak bisa diambil oleh siapa pun.

Seneca ingin kita memfokuskan perhatian pada hal-hal internal: kebijaksanaan, integritas, keberanian, dan keadilan. Semua ini bukan hasil dari keberuntungan, melainkan hasil dari latihan batin dan kedisiplinan.

 

Bahaya Menggantungkan Diri pada Keberuntungan

Bila seseorang hanya mengandalkan keberuntungan, maka kehidupannya akan mudah goyah. Berikut adalah beberapa risiko yang dapat timbul:

1. Rasa Takut Kehilangan

Orang yang hidup dari hasil keberuntungan akan selalu cemas kalau-kalau keberuntungan itu hilang. Ia hidup dalam ketidakpastian dan ketakutan.

2. Ketergantungan Emosional

Kebahagiaan dan kepercayaan dirinya hanya muncul jika nasib sedang baik. Begitu nasib buruk datang, ia langsung runtuh.

3. Kehilangan Kendali Diri

Mengandalkan keberuntungan membuat kita lupa untuk mengembangkan kemampuan, karakter, dan disiplin pribadi.

Seneca mengajak kita untuk mengambil kembali kendali atas hidup dengan membangun nilai-nilai yang tidak tergantung pada kondisi eksternal.

 

Membangun Kepemilikan Sejati

Bagaimana cara agar apa yang kita miliki benar-benar menjadi milik kita sendiri, bukan sekadar hasil dari keberuntungan?

1. Berlatih Disiplin dan Ketekunan

Hasil dari kerja keras dan konsistensi adalah sesuatu yang bernilai dan bertahan lama. Ini adalah fondasi dari kepemilikan sejati.

2. Mengembangkan Karakter

Integritas, tanggung jawab, dan kebajikan tidak bisa diwariskan atau diberikan oleh nasib. Kita membangunnya dari hari ke hari.

3. Menerima Ketidakpastian

Ketika kita sadar bahwa hal-hal eksternal bisa hilang, kita akan lebih bijak dalam menempatkan hati pada apa yang abadi.

4. Tidak Bergantung pada Validasi Luar

Seneca mendorong kita untuk mencari nilai dari dalam diri, bukan dari pengakuan orang lain atau status sosial yang sementara.

 

Relevansi Kutipan Seneca di Zaman Modern

Di tengah dunia digital yang serba instan dan viral, banyak orang mengejar popularitas atau kekayaan dalam waktu cepat. Banyak pula yang merasa bangga karena berhasil “beruntung” dalam hidup, tanpa menyadari bahwa keberuntungan tanpa karakter hanya membangun istana pasir.

Seneca mengajak kita untuk membedakan antara apa yang kita miliki secara lahiriah dan apa yang kita miliki secara batiniah. Hanya yang kedua yang benar-benar bisa menjadi sumber ketenangan dan makna hidup.

 

Contoh Nyata dari Dunia Nyata

  • Seorang artis yang tiba-tiba terkenal karena viral, tetapi akhirnya tersandung skandal karena tak punya kontrol diri.
  • Seorang pengusaha yang sukses karena warisan, tapi bisnisnya bangkrut karena tidak punya keahlian manajerial.
  • Seseorang yang memenangkan lotre, tapi hidupnya hancur karena tidak tahu cara mengelola uang.

Semua contoh ini menunjukkan bahwa keberuntungan bisa menjadi berkah atau bencana, tergantung siapa yang menerimanya.

 

Penutup: Bangun Kepemilikan Sejati dari Dalam Diri

“What fortune has made yours is not your own.”
Seneca ingin kita sadar bahwa hidup yang kokoh dibangun dari dalam. Apa pun yang bisa datang dan pergi tidak boleh menjadi dasar identitas kita. Kita harus belajar untuk membangun kehidupan berdasarkan nilai-nilai yang tahan terhadap perubahan nasib: kebajikan, integritas, kerja keras, dan kedalaman berpikir.

Dengan demikian, kita tidak hanya akan menjadi manusia yang kuat menghadapi pasang surut hidup, tetapi juga mampu memberikan makna pada keberuntungan yang mungkin datang—tanpa menjadi budaknya.