Epictetus: Mengapa Orang Bijak Tak Mudah Tersinggung?

Epictetus Filsuf Stoik
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

 

Dunia Boleh Kacau, Tapi Kamu Tidak Harus Ikut Kacau

Jakarta, WISATA - Di era media sosial seperti sekarang, perasaan tersinggung sering kali menjadi reaksi instan. Komentar negatif, perbedaan pendapat, atau sekadar candaan bisa memicu kemarahan. Namun, filsuf Stoik kuno, Epictetus, punya pandangan berbeda tentang hal ini. Bagi Epictetus, orang bijak tidak mudah tersinggung—dan justru di situlah letak kekuatannya.

Dalam ajaran Stoikisme yang ia wariskan, Epictetus menekankan pentingnya kekuatan batin, kendali diri, dan penilaian rasional dalam menghadapi setiap situasi. Lalu, mengapa menurutnya orang bijak tidak mudah tersinggung? Apa yang bisa kita pelajari dari pandangan ini untuk diterapkan di tengah masyarakat digital yang cepat emosi?

 
Ingin Hidup Lebih Tenang? Berhentilah Bereaksi Terhadap Hal yang Tak Bisa Kamu Kendalikan

Tersinggung Itu Pilihan, Bukan Kewajiban

Salah satu kutipan terkenal dari Epictetus berbunyi:

Kamu Tidak Harus Mengendalikan Segalanya — Cukup Kendalikan Dirimu Sendiri

“Jika seseorang mengatakan hal buruk tentangmu, dan itu benar, perbaikilah dirimu. Jika itu tidak benar, tertawalah.”

Bagi Epictetus, ucapan atau tindakan orang lain tidak bisa melukai kita tanpa persetujuan kita sendiri. Artinya, ketika kita merasa tersinggung, sesungguhnya itu karena kita memilih untuk merasa tersinggung, bukan karena kata-kata itu secara otomatis menyakiti kita.

Orang bijak, menurut Epictetus, memahami bahwa emosi negatif muncul dari interpretasi kita sendiri terhadap kejadian, bukan dari kejadian itu sendiri. Maka, mereka tidak langsung bereaksi, melainkan memeriksa apakah reaksi mereka layak dan perlu.

 

Kebebasan Sejati Ada di Dalam Diri

Epictetus mengajarkan bahwa kebebasan sejati bukanlah bebas melakukan apa saja, melainkan bebas dari reaksi yang merusak. Ketika kita dikuasai amarah karena tersinggung, kita sebenarnya menjadi budak dari opini orang lain.

“Tidak ada orang bebas yang tidak menguasai dirinya sendiri.”

Orang bijak tidak mudah tersinggung karena mereka tahu harga diri yang sejati tidak tergantung pada validasi dari luar. Mereka tidak sibuk membuktikan diri pada orang lain, karena sudah yakin dengan nilai-nilai yang mereka pegang.

 

Seni Membedakan Apa yang Bisa dan Tidak Bisa Dikendalikan

Kunci utama dalam Stoikisme adalah membedakan mana yang bisa kita kendalikan, dan mana yang tidak. Perkataan orang lain? Tidak bisa kita kendalikan. Reaksi kita? Itu sepenuhnya dalam kendali kita.

“Bukan hal-hal itu sendiri yang mengganggu kita, tapi cara kita memandangnya.”

Orang bijak tidak membuang energi untuk membalas hinaan atau kritik tak berdasar. Mereka memilih untuk mengarahkan perhatian ke hal-hal yang membangun, bukan yang menguras emosi.

 

Mengganti Reaksi dengan Refleksi

Alih-alih langsung marah atau membalas, Epictetus menyarankan agar kita berhenti sejenak dan menganalisis perasaan kita. Mengapa kita merasa terganggu? Apakah karena ada kebenaran dalam kritik itu? Atau karena ego kita yang terlalu rapuh?

Dengan latihan ini, kita belajar untuk mengganti reaksi otomatis dengan refleksi sadar. Kita belajar untuk tenang dalam menghadapi komentar buruk, dan bersikap bijak dalam merespons.

 

Meningkatkan Ketahanan Emosional

Dalam banyak ajarannya, Epictetus menekankan pentingnya ketahanan emosional sebagai ciri khas orang bijak. Bagi dia, hidup bukan soal menghindari masalah, tapi tentang membangun keteguhan hati untuk menghadapinya.

Orang yang mudah tersinggung umumnya rapuh secara emosional, karena terlalu menggantungkan kebahagiaannya pada perlakuan orang lain. Sebaliknya, orang bijak punya kebahagiaan yang bersumber dari dalam, yang tidak mudah goyah.

 

Contoh Praktis dari Epictetus

Mari bayangkan seseorang mengomentari fisik atau pekerjaanmu dengan cara yang menyakitkan. Reaksi spontan kita mungkin tersinggung atau membalas. Tapi, Epictetus akan mengajak kita untuk bertanya:

  • Apakah komentar itu benar? Jika iya, mungkin itu peluang untuk berkembang.
  • Apakah komentar itu tidak berdasar? Jika iya, mengapa harus peduli?

Orang bijak tahu bahwa harga dirinya tidak ditentukan oleh komentar orang, melainkan oleh nilai dan tindakan pribadi.

 

Mengapa Ini Relevan di Zaman Sekarang?

Kita hidup di zaman di mana banyak orang merasa “terluka” oleh kata-kata. Budaya “cancel” dan “calling out” sering terjadi hanya karena perbedaan pendapat. Dalam situasi seperti ini, ajaran Epictetus menjadi sangat relevan.

Dengan belajar dari Epictetus, kita tidak hanya menjadi lebih kuat secara mental, tapi juga menciptakan lingkungan sosial yang lebih sehat dan dewasa. Kita belajar bahwa ketenangan dan kedewasaan emosional adalah kekuatan sejati.

 

Belajar dari Kebijaksanaan Epictetus

Orang bijak tidak mudah tersinggung bukan karena mereka tidak punya perasaan, tetapi karena mereka memilih untuk tidak dikuasai oleh emosi sesaat. Mereka menggunakan akal sehat, bukan ego, dalam merespons dunia.

Epictetus mengajarkan bahwa setiap orang bisa menjadi bijak, asalkan mau melatih diri, menyadari pola pikir, dan mengendalikan reaksi. Jika kita ingin hidup damai di dunia yang penuh opini dan kebisingan, maka menjadi bijak seperti Epictetus adalah jalan terbaik.

“Jangan hanya bicara tentang filosofi, jalani dan wujudkan dalam tindakan.” – Epictetus