Epictetus: Filsuf Stoik yang Ajarannya Kembali Relevan di Era Digital
- Cuplikan layar
Jakarta, WISATA - Di zaman yang serba cepat dan penuh gangguan ini, semakin banyak orang merasa gelisah, cemas, dan mudah terguncang. Dari notifikasi pesan masuk, sengketa di media sosial, hingga tekanan hidup yang tak pernah padam, semua seolah menuntut perhatian dan energi kita. Namun, di tengah kekacauan digital tersebut, hadir kembali nilai-nilai kuno dari Epictetus — seorang filsuf Stoik dari abad pertama Masehi — yang mendapati relevansi kuat dalam kehidupan modern.
Siapa Itu Epictetus?
Epictetus lahir sebagai budak, mengalami penderitaan, dan kemudian meraih kebebasan, menjalani hidup sebagai guru filsafat di Roma. Ia mengajarkan bahwa kebahagiaan dan ketenangan jiwa bukan berasal dari kekayaan atau status, melainkan dari kekuatan kendali atas pikiran dan cara kita merespons dunia. Prinsip utamanya adalah: perbedaan antara apa yang bisa dikendalikan dan apa yang tidak.
Mengapa Ajarannya Kembali Dilirik?
1. Era Distraksi
Di saat garuk-garuk notifikasi terus mengusik, ajaran Epictetus tentang focus dan mengendalikan perhatian jadi penting. Pikiran yang tenang tak bisa muncul kecuali kita belajar berkata "tidak" pada hal-hal yang menguras energi emosional.
2. Tekanan Opini Publik
Media sosial memberi ruang bagi banyak orang untuk menilai, menghakimi, bahkan menyerang. Namun ajaran Epictetus membentengi kita dengan prinsip: pendapat orang lain tidak punya kekuatan kecuali kita sendiri memberikannya.
3. Krisis Makna
Banyak yang mengejar materi semata—karier tinggi, followers banyak, gaya hidup mewah—namun merasa hampa. Stoikisme menawarkan penyadaran bahwa kebahagiaan sejati ada pada pengendalian internal dan keutamaan moral, bukan jumlah benda atau bentuk identitas di dunia maya.
Ajaran Epictetus yang Masih Relevan
Beberapa prinsip Epictetus yang sangat cocok di zaman digital ini meliputi:
- Kontrol atas Perhatian
"You become what you give your attention to." Fokus lahir dari pilihan sadar — bukan sekadar reaksi terhadap setiap stimulus digital. - Pisahkan yang Bisa dan Tidak Bisa Dikendalikan
Epictetus mengajarkan agar kita tidak membuang waktu dan emosi untuk hal-hal di luar kendali — seperti cuaca, masa lalu, atau komentar negative dari pengguna anonim. - Pentingnya Integritas Batin
Di era pencitraan, muncul strategi instant branding yang bisa mengorbankan karakter. Sementara, Epictetus menekankan kebajikan bukan tentang terlihat baik, tetapi menjadi baik, meski tidak ada yang menyaksikan.
Cara Praktis Mengaplikasikan Stoikisme Digital
Berikut beberapa langkah praktis agar ajaran Epictetus bisa diterapkan oleh kita semua—apalagi mereka yang hidup di era online:
1. “Jeda notifikasi” sebelum bereaksi
Bila mendapatkan update yang menyulut emosi—baik positif maupun negatif—cobalah berhenti sejenak, tanyakan: “Apakah ini penting untuk hari ini?” atau “Apakah saya bisa mengendalikan kondisinya?”
2. Hidrasi batin dengan membaca Stoik
Baca kutipan pendek Epictetus setiap pagi, seperti: "Don’t let the force of an impression when it first hits you knock you off your feet..." Seiring waktu, ia menjadi latihan mental untuk menahan impuls reaktif.
3. Batasi konsumsi berita dan media sosial
Ambil waktu khusus setiap hari—misalnya 30 menit pagi dan 30 menit sore—untuk membuka media sosial. Selebihnya, gunakan waktu digital untuk hal-hal produktif dan bermakna.
4. Praktik keheningan dan refleksi
Luangkan 10–15 menit di akhir hari untuk refleksi: “Apakah saya sudah mengendalikan reaksi emosional saya tadi?” dan catat di jurnal.
5. Cari komunitas Stoik
Banyak forum online atau grup diskusi menggunakan metode tanya-vebi (vicforum, sub-reddit “r/Stoicism”). Diskusi ini membantu memperkuat nilai Stoik lewat pengalaman kolektif.
Kisah Singkat untuk Ilustrasi
Bayangkan Rina, seorang pengusaha muda yang bergulat dengan tekanan media sosial. Ia mulai setiap hari dengan membaca kutipan Epictetus. Ketika ia menerima pesan negatif dari klien, dulu ia langsung stres dan membalas kasar. Sekarang, ia menahan diri, menelaah kritik, dan menanggapinya dengan tenang, bahkan menanggapinya dengan kepala dingin alih-alih ikut emosi.
Hasilnya? Masa transparansi reputasi tetap baik, klien pun maju dialog konstruktif. Dan yang lebih penting, Rina tidak lagi menjadi budak perasaan dan opini, melainkan tuan bagi pikirannya sendiri.
Studi dan Data Pendukung
- Sebuah studi pada tahun 2023 oleh University of California menemukan bahwa orang yang membatasi notifikasi berdampak 30 % menurunkan tingkat kecemasan harian.
- Platform mental health–oriented seperti Inner Citadel dan Stoic app pun ramai diunduh karena dilengkapi kutipan Stoik harian dan latihan sesi harian.
Kesimpulannya, ajaran Epictetus bukan sekadar warisan kuno, tetapi sebuah panduan hidup yang cocok untuk situasi modern. Ia mengajarkan kita: pengendalian diri bukan menahan ego secara pintar, tetapi menghidupkan kebijaksanaan batin yang membuat hidup terasa utuh.