Paulo Freire: “Mereka yang mengajar harus terus belajar. Mereka yang belajar harus terus mengajar.”
- Cuplikan layar
Konsep belajar sepanjang hayat (lifelong learning) menjadi semakin relevan dalam dunia saat ini. Teknologi bergerak cepat, pekerjaan berubah, dan tantangan sosial semakin kompleks. Guru bukan lagi pemilik tunggal ilmu, tetapi fasilitator pembelajaran. Sementara murid dituntut menjadi pembelajar aktif yang mampu mencari, menyaring, dan membagikan pengetahuan.
Dalam konteks Indonesia, kutipan Paulo Freire ini menantang sistem pendidikan nasional untuk lebih terbuka dan kolaboratif. Guru perlu terus belajar—tidak hanya dari pelatihan formal, tetapi juga dari murid, komunitas, dan pengalaman lapangan. Sementara murid juga didorong untuk memiliki kepercayaan diri dalam berbagi ide dan gagasan, bahkan sejak usia dini.
Banyak komunitas belajar di Indonesia yang telah menerapkan prinsip ini. Misalnya, dalam kelas literasi komunitas, anak-anak diajak berdiskusi dan saling mengajari satu sama lain. Dalam program pelatihan digital di desa, pemuda belajar teknologi dari relawan, lalu mereka mengajarkannya kembali ke orang tua mereka. Proses ini membuktikan bahwa peran pengajar dan pembelajar bisa terus berganti dan saling memperkaya.
Membongkar Hirarki Pengetahuan
Freire mengajak kita untuk membongkar hierarki yang selama ini mengakar dalam sistem pendidikan. Ia menolak gagasan bahwa hanya mereka yang memiliki gelar atau posisi formal yang boleh mengajar. Baginya, setiap manusia adalah pembelajar dan sekaligus pengajar.
Seorang petani bisa mengajar tentang musim, tanah, dan kehidupan kepada mahasiswa agribisnis. Seorang anak bisa mengajarkan kepekaan emosional yang sering kali dilupakan oleh orang dewasa. Seorang ibu rumah tangga bisa mengajarkan nilai tanggung jawab, kesabaran, dan cinta.