Marcus Aurelius: Hadapilah Kesulitan Saat Ini, Bukan Semua Beban Sekaligus
- Cuplikan Layar
Jakarta, WISATA — Filsuf dan Kaisar Romawi Marcus Aurelius, dalam catatan pribadinya Meditations, menulis sebuah kalimat yang menjadi penuntun hidup banyak orang hingga hari ini:
“Jangan ganggu dirimu sendiri dengan membayangkan hidup sebagai satu keseluruhan; jangan kumpulkan dalam pikiranmu berbagai masalah dan kesulitan yang telah terjadi di masa lalu dan yang akan datang di masa depan. Tapi tanyakanlah kepada dirimu mengenai kesulitan saat ini: 'Apakah ada sesuatu dalam hal ini yang benar-benar tak tertahankan dan tak dapat dihadapi?'”
Dalam kata-kata ini, Marcus mengajak kita untuk hidup dengan kesadaran penuh (mindfulness), tidak membebani pikiran dengan bayangan hidup secara keseluruhan, melainkan menghadapi hidup dalam potongan waktu: saat ini, di sini, sekarang.
Terjebak dalam Kecemasan: Masalah yang Diperbesar Pikiran
Dalam kehidupan modern, banyak dari kita tenggelam dalam kecemasan karena terlalu sering membayangkan hidup sebagai satu rangkaian panjang yang kompleks, penuh tekanan dan masalah. Kita mengingat kegagalan masa lalu, lalu mencemaskan kemungkinan buruk di masa depan. Akibatnya, kita merasa terbebani oleh hidup secara keseluruhan — padahal yang benar-benar kita hadapi hanyalah satu momen saat ini.
Marcus Aurelius mengajarkan pendekatan Stoik yang sangat relevan: pecah hidup menjadi momen-momen kecil. Saat sebuah kesulitan datang, jangan langsung membayangkannya sebagai beban hidup yang besar dan tak tertanggungkan. Tanyakan saja: "Apakah ini benar-benar tak tertahankan?"
Sering kali, jawabannya adalah tidak. Kita mampu menahan sakit fisik, kita bisa melewati rasa kecewa, kita bisa menghadapi kehilangan. Tetapi ketakutan kita terhadap kesulitan itu — yang dibesar-besarkan oleh pikiran — yang sering kali membuat kita menderita lebih dari yang seharusnya.
Hidup Seperti Air yang Mengalir
Stoisisme mengajarkan bahwa hidup tidak perlu direncanakan atau dikendalikan secara berlebihan. Yang perlu kita lakukan adalah menjalani hari ini dengan baik, menyelesaikan tugas yang ada di depan mata, dan berserah atas hal-hal di luar kendali kita.
Kita tidak pernah diminta untuk menanggung seluruh hidup sekaligus. Hidup akan datang setahap demi setahap. Kesulitan pun begitu — satu demi satu. Maka, tidak perlu menumpuk beban dengan membayangkan semuanya sekaligus.
Seni Fokus pada Sekarang
Saran Marcus untuk menghadapi hidup saat ini sejalan dengan konsep modern seperti “mindfulness” dalam psikologi dan terapi perilaku kognitif. Alih-alih hanyut dalam kekhawatiran atau penyesalan, kita diajak untuk sadar terhadap momen saat ini, bernafas dengan tenang, dan menyadari bahwa banyak dari beban itu hanya ada dalam pikiran.
Misalnya, saat kita merasa tertekan oleh pekerjaan, coba tanyakan: “Apakah email ini, presentasi ini, atau pertemuan ini benar-benar tak tertahankan?” Biasanya tidak. Yang menakutkan adalah gabungan antara harapan orang lain, rasa takut gagal, dan bayangan masa depan — semua hal yang belum terjadi.
Refleksi Personal: Apa yang Sebenarnya Berat?
Kebijaksanaan Stoik mengajak kita untuk memilah realitas dari persepsi. Kesulitan memang nyata, tetapi penderitaan sering kali muncul dari cara kita menilainya. Jika kita bisa menilai kesulitan dengan lebih jernih, kita bisa menjalaninya dengan lebih tenang.
Latihan yang bisa dilakukan: setiap kali merasa cemas, tanya pada diri sendiri, “Apa sebenarnya yang terjadi sekarang? Apakah ini sungguh tak bisa dihadapi? Atau hanya pikiran saya yang membuatnya terasa berat?”
Menjalani Hidup dengan Tangguh dan Wajar
Kutipan ini juga menunjukkan bahwa kekuatan bukanlah tentang menghindari kesulitan, tapi tentang keberanian untuk menghadapinya satu per satu. Marcus mengingatkan bahwa banyak hal yang kita takutkan ternyata bisa kita lalui — dan kita menjadi lebih kuat setelah itu.
Hidup bukan tentang terbebas dari masalah, tapi tentang belajar menghadapi satu demi satu dengan kepala tegak dan hati tenang.
Penutup
Filsafat Marcus Aurelius adalah undangan untuk menjalani hidup dengan keberanian dan kesadaran. Ia tidak menjanjikan hidup tanpa rasa sakit, tapi ia mengajarkan cara menghadapi hidup tanpa menjadi hancur karenanya. Ketika kesulitan datang, jangan panik membayangkan serangkaian tragedi. Lihatlah apa yang nyata hari ini. Tanyakan: “Apakah ini sungguh tak tertahankan?” Jika tidak, maka kita pasti bisa melewatinya — seperti telah kita lewati banyak kesulitan sebelumnya.