Mark Tuitert: “Apa yang Terjadi di Luar Dirimu Bukan Urusanmu; Responsmu Adalah Segalanya”

Mark Tuitert
Sumber :
  • Cuplikan layar

Malang, WISATA – Dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian dan gejolak eksternal, bagaimana cara kita merespons menjadi penentu kualitas hidup. Itulah pesan utama dari Mark Tuitert, juara Olimpiade sekaligus penulis dan pembicara pengembangan diri, dalam kutipan yang menginspirasi: “Apa yang terjadi di luar dirimu bukan urusanmu; responsmu adalah segalanya.”

Jules Evans: “Dalam Dunia yang Penuh Kegaduhan, Keheningan Batin adalah Kekuatan Super”

Kutipan ini menjadi fondasi dari buku terbarunya The Stoic Mindset (2024), yang membawa ajaran Stoikisme ke dalam kehidupan modern dengan cara yang praktis dan membumi. Buku ini kini tengah menjadi perbincangan di kalangan profesional, pelajar, hingga komunitas pengembangan diri di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Filosofi Stoik yang Dibangkitkan Kembali oleh Seorang Atlet

Jules Evans: “Kebijaksanaan Dimulai Saat Kita Membedakan antara Apa yang Dapat Kita Kontrol dan Apa yang Tidak”

Mark Tuitert bukan hanya dikenal karena prestasinya sebagai atlet speed skating yang merebut medali emas di Olimpiade Musim Dingin 2010. Namanya kini juga melejit di ranah literasi motivasi berkat kepiawaiannya membumikan filsafat Stoikisme — sebuah aliran pemikiran dari Yunani Kuno yang berfokus pada ketenangan batin dan kontrol diri.

Dalam kutipan tersebut, Tuitert menekankan prinsip Stoik yang utama: kita tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi di luar diri kita — entah itu cuaca, opini orang lain, atau hasil suatu peristiwa. Namun, kita sepenuhnya bertanggung jawab atas bagaimana kita menanggapi hal-hal tersebut.

Jules Evans: “Filsafat Kuno Bukanlah Museum Ide, tetapi Alat Hidup untuk Mengarungi Tantangan Modern”

“Dalam olahraga, saya belajar bahwa saya tidak bisa mengendalikan lawan saya, keputusan wasit, atau hasil pertandingan. Yang bisa saya kendalikan hanyalah persiapan saya, fokus saya, dan bagaimana saya menanggapi tekanan,” ujar Tuitert dalam salah satu wawancaranya.

Mengapa Respons Lebih Penting dari Kejadian

Di era digital saat ini, kita dibombardir dengan berita buruk, komentar negatif, dan tuntutan dari berbagai arah. Ketika kita terus-menerus bereaksi terhadap dunia luar tanpa kendali, kesehatan mental dan fokus kita menjadi taruhannya.

Tuitert dalam bukunya menulis bahwa membangun jarak antara stimulus dan respons adalah keterampilan utama untuk bertahan di dunia modern. “Kamu tidak bisa memilih apa yang terjadi hari ini, tetapi kamu bisa memilih bagaimana kamu menyikapinya.”

Dalam praktiknya, ia menyarankan pembaca untuk melatih jeda sebelum merespons situasi, dengan refleksi atau teknik pernapasan sadar. Ini selaras dengan ajaran Stoik seperti yang diajarkan oleh Epictetus dan Marcus Aurelius.

Contoh Praktis Penerapan Filosofi Ini

Berikut beberapa contoh nyata yang disoroti dalam The Stoic Mindset:

  • Ketika seseorang dihina, alih-alih membalas atau marah, ambillah waktu untuk memahami bahwa penghinaan itu mencerminkan kondisi batin orang yang mengucapkannya, bukan harga dirimu.
  • Saat mengalami kegagalan dalam pekerjaan, tanyakan pada diri sendiri: “Apa yang bisa aku pelajari dari ini?” alih-alih terjebak dalam penyesalan.
  • Ketika terjadi konflik keluarga atau hubungan, alih-alih menyalahkan, latih diri untuk memahami, menerima, dan merespons dengan tenang.

Menurut Tuitert, respons yang sadar akan membentuk karakter, memperkuat ketenangan, dan menciptakan kehidupan yang lebih bermakna.

Dari Medali Emas ke Meditasi Harian

Setelah pensiun dari dunia olahraga, Tuitert mengalami krisis identitas — kondisi umum yang dialami banyak atlet. Ia merasa kehilangan arah, bahkan sempat mengalami tekanan mental berat. Dalam pencariannya, ia menemukan Stoikisme dan mulai mempraktikkannya setiap hari.

Kini, selain menulis, ia juga menjadi pembicara utama di berbagai konferensi pengembangan diri dan kepemimpinan. Salah satu topik favoritnya adalah bagaimana cara menjadi “penguasa diri” di tengah dunia yang tak bisa dikendalikan.

“Setiap pagi, saya bertanya pada diri saya: Apa saja yang mungkin terjadi hari ini di luar kendaliku? Dan bagaimana aku bisa merespons dengan bijak?” katanya dalam peluncuran bukunya.

Respons Publik terhadap Kutipan-Kutipannya

Kutipan-kutipan dari Tuitert, termasuk yang menjadi tajuk utama artikel ini, telah viral di media sosial dan menjadi inspirasi harian bagi banyak orang. Di TikTok, Instagram, hingga LinkedIn, frasa “Responsmu adalah segalanya” kini menjadi semboyan baru dalam menghadapi tekanan hidup.

Seorang pengusaha muda asal Bandung menulis dalam unggahannya,

“Saya dulu mudah tersulut emosi ketika karyawan tidak bekerja sesuai harapan. Sekarang saya belajar untuk berhenti sejenak, bernapas, dan merespons dengan kepala dingin. Ini mengubah hidup saya.”

Mengapa Buku Ini Relevan di Indonesia

Dengan meningkatnya isu kesehatan mental, burnout kerja, dan tekanan sosial di kalangan generasi muda Indonesia, buku The Stoic Mindset datang di waktu yang tepat. Ia menawarkan pendekatan yang tidak hanya bersifat teoritis, tetapi aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.

Banyak komunitas literasi, profesional HR, hingga psikolog kini merekomendasikan buku ini sebagai bagian dari program peningkatan ketahanan diri (resilience) dan kecerdasan emosional.

Inti Pesan: Kamu Tidak Bisa Mengontrol Dunia, Tapi Bisa Mengontrol Dirimu

Melalui kutipan, “Apa yang terjadi di luar dirimu bukan urusanmu; responsmu adalah segalanya,” Tuitert mengingatkan kita bahwa hidup bukan tentang menghindari badai, melainkan belajar menari di tengah hujan. Dunia tidak akan pernah sepenuhnya tenang. Namun, kita bisa menciptakan ketenangan di dalam diri sendiri.

Dan dalam ketenangan itulah kita menemukan kekuatan sejati: kemampuan untuk memilih respons terbaik — tidak berdasarkan impuls, tapi berdasarkan nilai-nilai yang kita yakini