Marcus Aurelius: Hidup yang Baik adalah Kunci Kehormatan Abadi

Marcus Aurelius
Sumber :
  • Cuplikan Layar

 

Pierre Hadot: Setiap Tantangan Adalah Kesempatan untuk Tumbuh dan Belajar, Bukan Alasan untuk Menyerah

Jakarta, WISATA — Di tengah kebisingan kehidupan modern yang sering kali menuntut kepatuhan buta dan pencarian identitas melalui status sosial, Marcus Aurelius, filsuf dan Kaisar Romawi dari abad ke-2, meninggalkan pesan yang menggugah nurani: “Live a good life. If there are gods and they are just, then they will not care how devout you have been, but will welcome you based on the virtues you have lived by…”

Kalimat panjang ini tidak hanya menjadi refleksi spiritual, tetapi juga ajakan moral yang mendalam. Ia mengajak manusia untuk hidup secara terhormat—bukan demi penghargaan duniawi atau ketakutan terhadap hukuman ilahi—melainkan demi integritas pribadi dan warisan kebaikan.

Heraclitus: "Setiap Perubahan Membawa Pelajaran Berharga, Asalkan Kita Mau Mendengarkan"

Kehidupan Baik di Atas Segalanya

Menurut Marcus Aurelius, seseorang yang hidup dalam kebaikan akan tetap mulia dalam kondisi apa pun. Jika memang para dewa itu ada dan adil, maka mereka tidak akan menilai manusia dari seberapa sering ia beribadah, tetapi dari nilai-nilai kebajikan yang ia jalankan: kejujuran, keberanian, pengendalian diri, dan keadilan.

Heraclitus: "Seperti Api yang Menyala, Kehidupan Kita Terus Berubah, Tetapi Esensinya Tetap Bersinar"

Namun jika para dewa itu tidak adil, mengapa kita harus menyembah entitas yang tidak memiliki rasa keadilan? Dan jika dewa-dewa itu tidak ada sama sekali, kehidupan baik yang telah dijalani tetap memiliki arti, karena ia akan hidup dalam kenangan orang-orang yang mencintai kita.

Filsafat yang Bebas dari Ketakutan

Filsafat Marcus Aurelius memberikan kebebasan spiritual. Ia melepaskan manusia dari rasa takut akan hukuman metafisik dan menempatkan tanggung jawab moral di tangan manusia itu sendiri. Dalam kerangka ini, kita tidak hidup karena takut kepada kekuatan supranatural, melainkan karena keyakinan bahwa berbuat baik adalah tujuan itu sendiri.

“Live a good life,” bukanlah seruan yang abstrak. Ia adalah ajakan konkret untuk bersikap jujur dalam keputusan kecil, sabar dalam menghadapi kesulitan, dan tulus dalam hubungan antar manusia. Hidup yang baik bukanlah tentang kesempurnaan, tetapi tentang niat dan upaya konsisten untuk berlaku bijak dan adil.

Kebaikan yang Meninggalkan Warisan

Marcus juga mengingatkan bahwa kehidupan yang baik akan terus hidup dalam memori orang-orang yang kita sayangi. Kita semua akan meninggal pada waktunya, tetapi kebaikan yang kita tanam akan tetap tumbuh di hati mereka yang ditinggalkan.

Itulah kekuatan kebajikan yang abadi. Ia tidak tergantung pada penghargaan eksternal, tetapi memiliki kekuatan intrinsik untuk menciptakan dampak jangka panjang—lebih dari uang, jabatan, atau gelar akademik.

Relevansi di Era Modern

Di zaman yang sering kali mendorong pencitraan dan kepalsuan demi pengakuan publik, pesan Marcus terasa membumi. Kita hidup dalam dunia yang mudah terobsesi pada “penampilan baik” daripada “kehidupan yang benar-benar baik”.

Namun, jika kita kembali pada ajaran ini, kita diajak untuk menyederhanakan tujuan hidup: bukan untuk terlihat benar di mata dunia, tetapi untuk benar-benar hidup dengan niat baik dan tindakan nyata. Bukan untuk mengejar pujian, tetapi untuk memastikan bahwa dalam hati kita, kita telah hidup secara bermakna.

Kesimpulan: Jalan Kehidupan yang Patut Diperjuangkan

“Live a good life,” kata Marcus Aurelius. Sebuah seruan universal yang melampaui agama, kepercayaan, dan waktu. Karena siapa pun kita, apa pun latar belakang kita, setiap manusia memiliki kapasitas untuk menjalani kehidupan yang bermakna—dengan karakter yang luhur, niat yang bersih, dan tindakan yang tulus.