Anggap Hidup yang Telah Berlalu Telah Usai, dan Jalani yang Tersisa sebagai Bonus” – Pesan Marcus Aurelius

Marcus Aurelius
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA – Dalam perjalanan hidup yang penuh ketidakpastian, banyak orang merasa terjebak dalam penyesalan masa lalu atau kekhawatiran akan masa depan. Namun, filsuf Stoik dan Kaisar Romawi, Marcus Aurelius, memberikan nasihat mendalam yang tetap relevan hingga hari ini:
"Think of the life you have lived until now as over and, as a dead man, see what’s left as a bonus and live it according to Nature. Love the hand that fate deals you and play it as your own, for what could be more fitting?"

Seneca: Di Mana Ada Manusia, Di Sana Ada Kesempatan untuk Kebaikan

Terjemahannya: "Anggap hidup yang telah kamu jalani sampai sekarang telah berakhir, dan sebagai orang yang telah mati, pandanglah sisa hidup sebagai bonus dan jalani sesuai dengan Alam. Cintailah tangan takdir yang diberikan kepadamu dan mainkanlah seolah-olah itu adalah milikmu, sebab apa lagi yang lebih pantas?"

Hidup Sesuai dengan Alam: Prinsip Stoik yang Abadi

Seneca: Belajarlah Sambil Mengajar, Berkembang Bersama Orang-Orang yang Memperbaiki Hidupmu

Stoikisme mengajarkan bahwa manusia harus hidup sesuai dengan logos, atau akal budi semesta, yang dalam istilah modern bisa dimaknai sebagai “hidup selaras dengan realitas dan alam”. Tidak berarti pasrah tanpa daya, tetapi menerima kenyataan hidup dengan jernih, dan meresponsnya dengan bijaksana dan berani.

Kutipan Marcus Aurelius mengajak kita untuk menanggalkan beban masa lalu – entah penyesalan, kesalahan, atau kenangan – dan menganggap hidup yang tersisa sebagai hadiah tambahan. Alih-alih terus terjebak dalam “seandainya”, kita diajak untuk menyadari bahwa momen ini, detik ini, adalah waktu yang belum tentu dimiliki oleh semua orang.

Ryan Holiday: “Waktu adalah Satu-satunya Aset yang Tidak Bisa Diulang” – Refleksi Stoik

Takdir Bukan untuk Dilawan, Tapi Diterima dan Dijalani

Dalam Stoikisme, konsep amor fati atau “mencintai takdir” menjadi salah satu prinsip penting. Marcus tidak hanya mengajak kita untuk menerima nasib, tetapi mencintainya – seperti seorang pemain kartu yang menerima setumpuk kartu yang dibagikan, lalu memainkan yang terbaik dari yang ia miliki.

Banyak hal dalam hidup terjadi di luar kendali kita: kelahiran, kematian, penyakit, kehilangan, bencana. Namun, yang sepenuhnya berada dalam kendali adalah bagaimana kita meresponsnya. Inilah kebebasan sejati yang diajarkan Stoikisme – bukan kebebasan dari kondisi, tetapi kebebasan dalam menyikapi kondisi.

Sebuah Perspektif tentang Kematian yang Membebaskan

Menganggap hidup seolah sudah selesai dan kita kini menjalani "bonus kehidupan" bukanlah ajakan untuk menyerah, melainkan cara pandang yang membebaskan. Kita tidak lagi dibebani oleh ambisi yang menyesakkan, tidak lagi terjebak dalam dendam atau iri hati, karena semua itu tampak remeh bagi orang yang merasa telah “mati” dan kini hanya diberi tambahan waktu oleh semesta.

Dalam Meditations, Marcus Aurelius menulis:
"Kematian tersenyum kepada kita semua. Yang bisa kita lakukan hanyalah tersenyum kembali."

Dengan pandangan ini, rasa takut terhadap kegagalan, penolakan, atau kehilangan berkurang secara signifikan. Kita menjadi lebih hadir, lebih sadar, dan lebih menerima hidup sebagaimana adanya.

Filosofi yang Relevan untuk Dunia Modern

Di tengah tekanan hidup modern – target kerja yang ketat, standar kesuksesan yang sempit, dan hiruk-pikuk media sosial – filsafat Stoik memberikan alternatif yang menenangkan: Terima hidup sebagaimana adanya, dan lakukan yang terbaik dengan tenang dan bermakna.

Prinsip ini bukan untuk membuat manusia menjadi lemah, melainkan kuat dengan cara yang tidak keras: kuat dalam batin, tenang dalam jiwa, dan teguh dalam prinsip.

Menjadikan Setiap Hari Sebagai Hadiah

Jika hari ini adalah hadiah tambahan setelah hidup yang telah selesai, bagaimana kita akan menjalaninya? Apakah akan diisi dengan amarah, penyesalan, dan kecemasan? Ataukah dengan syukur, tindakan baik, dan keberanian untuk menjalani hidup secara autentik?

Stoikisme tidak menyuruh kita untuk menjauh dari dunia, tapi hadir sepenuhnya di dalamnya – dengan kesadaran bahwa segala sesuatu bersifat sementara, dan justru karena itulah setiap detik berharga.

Marcus mengajak kita untuk menerima hidup ini secara utuh, tanpa syarat:
"Cintailah tangan takdir yang diberikan kepadamu dan mainkanlah seolah-olah itu adalah milikmu."

Inilah esensi dari hidup yang utuh dan bermakna: bukan tanpa rintangan, tetapi dengan penerimaan dan tindakan yang sejalan dengan kebajikan.