Socrates vs Athena: Persidangan yang Mengguncang Dunia dan Mewariskan Pelajaran Abadi
- Image Creator/Handoko
Jakarta, WISATA - Pada 399 SM, Athena menjadi saksi peristiwa yang mengguncang dunia filsafat dan hukum: persidangan Socrates. Filsuf besar ini diadili atas tuduhan merusak moral pemuda dan tidak menghormati dewa-dewa yang diakui negara. Namun, peristiwa ini bukan hanya tentang tuduhan hukum, melainkan sebuah benturan antara kebebasan berpikir dan kekuasaan negara.
Latar Belakang: Athena di Tengah Ketidakstabilan Politik
Athena saat itu baru saja keluar dari Perang Peloponnesos yang melelahkan, membawa luka politik dan sosial. Dalam kondisi ini, masyarakat cenderung mencari kambing hitam untuk kesalahan kolektif mereka. Socrates, dengan pemikiran kritisnya yang mengganggu tradisi, menjadi sasaran empuk bagi para penguasa yang ingin mempertahankan stabilitas.
Tuduhan terhadap Socrates
Socrates dituduh melakukan dua pelanggaran utama:
- Merusak moral pemuda dengan ajarannya yang mengajarkan mereka mempertanyakan otoritas dan norma.
- Menolak kepercayaan terhadap dewa-dewa Athena dan memperkenalkan konsep keilahian baru.
Meskipun bukti terhadap Socrates diragukan, persidangan ini lebih menyerupai arena politik daripada proses hukum yang adil.
Socrates Membela Diri
Dalam pidato pembelaannya yang termasyhur, Apologia, Socrates tidak hanya membela dirinya tetapi juga memaparkan visi tentang kehidupan yang berlandaskan kebenaran dan kebajikan. Ia mengatakan, "Kehidupan tanpa refleksi tidak layak dijalani," sebuah pernyataan yang hingga kini menjadi inti ajaran filsafat Barat.
Namun, pembelaan ini justru memperburuk situasi. Socrates tidak menunjukkan penyesalan dan dengan lantang menyatakan bahwa ia tidak bersalah. Sikap ini membuat dewan juri yang terdiri dari 500 warga Athena menjatuhkan vonis bersalah.