Jejak Pemikiran Aristoteles: Bagaimana Filsuf Muslim Mengembangkan Gagasan Sang Filsuf Yunani
- Image Creator/Handoko
Perkembangan Pemikiran Aristoteles oleh Al-Farabi dan Ibnu Sina
Al-Farabi, yang hidup setelah Al-Kindi, sering dijuluki sebagai “Guru Kedua” setelah Aristoteles karena kedalaman pemahamannya atas filsafat Yunani. Al-Farabi tidak hanya memahami Aristoteles tetapi juga menyelaraskan pemikirannya dengan Plato. Melalui karya-karyanya seperti "Al-Madinah al-Fadilah" (Kota Utama), ia mencoba menciptakan sistem pemikiran yang menggabungkan filsafat politik dan etika Aristoteles ke dalam ajaran Islam.
Ibnu Sina, atau Avicenna, adalah salah satu filsuf Muslim yang paling berpengaruh. Dalam metafisika, ia mengembangkan konsep “wajib al-wujud” (keberadaan yang wajib) yang merupakan perluasan dari teori Aristoteles tentang substansi dan keberadaan. Ibnu Sina memperluas gagasan Aristoteles mengenai hubungan antara pikiran dan jiwa, yang mana ia menegaskan bahwa jiwa memiliki peran penting dalam mencapai kebahagiaan sejati, serupa dengan tujuan akhir manusia menurut Aristoteles.
Relevansi Pemikiran Aristoteles dalam Filsafat Islam
Pemikiran Aristoteles telah mengalami banyak transformasi oleh para filsuf Muslim, yang menyesuaikan ide-idenya agar lebih sejalan dengan pandangan dunia Islam. Aristoteles menekankan penggunaan akal dalam pencarian kebenaran, sesuatu yang juga dihargai dalam Islam. Melalui pemikiran para filsuf Muslim, prinsip-prinsip Aristoteles tetap hidup dan relevan hingga sekarang, memengaruhi pandangan dunia kita tentang logika, etika, dan cara mencapai kebahagiaan.