Mengapa Plato Mengkritik Demokrasi? Pelajaran dari Kejatuhan Athena untuk Politik Hari Ini
- Image Creator bing/Handoko
Pemimpin yang Tidak Kompeten dan Bahaya Populisme
Salah satu kritik terbesar Plato adalah terhadap fenomena pemimpin yang terpilih karena popularitas, bukan karena kebijaksanaan atau kemampuan mereka. Dalam demokrasi Athena, siapa pun bisa dipilih menjadi pemimpin selama ia berhasil mendapatkan suara rakyat, terlepas dari kualitas atau kompetensinya. Plato menilai bahwa ini mengarah pada terpilihnya pemimpin yang hanya pandai berbicara, memanipulasi opini publik, atau menjanjikan hal-hal yang populis tanpa memikirkan implikasinya.
Populisme menjadi isu sentral dalam kritik Plato. Ia percaya bahwa pemimpin yang berkuasa melalui janji-janji manis sering kali tidak memikirkan kesejahteraan jangka panjang negara. Mereka lebih fokus pada mempertahankan popularitas daripada membuat keputusan yang benar-benar bermanfaat. Ini adalah salah satu pelajaran yang menurut Plato bisa diambil dari kejatuhan Athena: bahwa sistem yang tidak memperhatikan kualitas kepemimpinan akan menghadapi masalah besar.
Kebutuhan akan Kepemimpinan Bijak: Filsuf Raja
Sebagai alternatif, Plato menawarkan konsep "filsuf-raja" — pemimpin yang bijaksana dan terlatih dalam filsafat, etika, dan pemerintahan. Menurut Plato, hanya mereka yang memahami kebenaran dan memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang rasional dan adil yang seharusnya memimpin. Ia percaya bahwa kepemimpinan yang bijaksana adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang stabil dan sejahtera.
Plato berargumen bahwa seorang filsuf-raja tidak akan terpengaruh oleh kepentingan pribadi atau tekanan populis, tetapi akan selalu bertindak demi kebaikan bersama. Bagi Plato, pemerintahan terbaik adalah yang dipimpin oleh individu-individu yang paling memahami prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran, bukan oleh mereka yang hanya pandai berorasi atau memiliki daya tarik popularitas.
Relevansi Kritik Plato dalam Politik Modern