Gadis Kretek: Sebuah Karya Indonesia yang Memadukan Romantisme, Sejarah, dan Budaya dalam Satu Seri
- IG/kamilaandini
WISATA – Gadis Kretek adalah sebuah seri yang mengadaptasi novel karya Ratih Kumala dengan judul yang sama. Seri ini bercerita tentang perjalanan cinta dan penemuan jati diri seorang perajin rokok kretek bernama Jeng Yah (Dian Sastrowardoyo) yang hidup di era 1960-an. Jeng Yah adalah seorang wanita yang berani menentang tradisi dan norma yang berlaku di industri rokok kretek yang didominasi oleh laki-laki. Dia juga memiliki bakat luar biasa dalam menciptakan berbagai rasa rokok yang unik dan menarik.
Seri ini memiliki lima episode yang masing-masing berdurasi sekitar satu jam. Alur ceritanya dibagi menjadi dua lini waktu, yaitu masa lalu dan masa kini. Masa lalu mengisahkan tentang kisah cinta Jeng Yah dan Soeraja (Ario Bayu), pemilik pabrik kretek Djagad Raya yang terkenal. Masa kini mengisahkan tentang usaha anak Soeraja, yaitu Lebas (Arya Saloka), untuk mencari jejak Jeng Yah sesuai dengan permintaan ayahnya. Pencarian ini membawa Lebas bertemu Arum (Putri Marino) di Museum Kretek.
Seri ini berhasil menampilkan kualitas produksi yang tinggi dengan sinematografi yang memukau, scoring yang mendayu-dayu, dan kostum yang otentik. Detail-detail yang ditampilkan dalam seri ini juga sangat mengagumkan, mulai dari proses pembuatan rokok kretek, latar belakang sosial budaya Indonesia pada era 1960-an, hingga peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi pada masa itu.
Seri ini juga didukung oleh akting yang apik dari para pemeran utamanya. Dian Sastrowardoyo dan Ario Bayu berhasil memerankan karakter Jeng Yah dan Soeraja dengan sangat meyakinkan. Keduanya mampu menampilkan chemistry yang kuat dan emosi yang mendalam. Karakter yang dimainkan oleh Putri Marino dan Arya Saloka juga tidak kalah menarik sebagai Arum dan Lebas. Keduanya mampu menampilkan akting yang natural dan ekspresif. Ditambah munculnya Siti Fauziah yang pernah viral di SitKom 'Tilik', menambah segar situasi di Museum Kretek.