Ketika Seorang Dokter Terseret Kasus Kekerasan Psikis kepada Anak Kandungnya Sendiri.....
- viva,co,id/Muhammad Faidurrahman (Kalsel)
Bekasi, WISATA – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi, Jawa Barat menjatuhkan hukuman enam bulan penjara kepada dr. Muslimah Hussein, dalam perkara kekerasan psikis terhadap anak kandungnya sendiri, berinisial M (16).
Putusan Nomor 135/Pid.Sus/2025/PN Bks dibacakan secara terbuka pada hari Selasa (17/6/2025).
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Heru Setiyadi, S.H. dengan hakim anggota Wahyu Setioadi, S.H. dan Donovan Akbar Kusumo Bhuwono, S.H.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan tindak pidana kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Kasus ini bermula, ketika korban mengalami ketakutan dan serangan panik, setelah dipertemukan dengan terdakwa pada tanggal 31 Januari 2024 di kantor kuasa hukum ayah korban, di kawasan Grand Galaxy, Bekasi, Jawa Barat.
Dalam persidangan terungkap sebagai fakta persidangan, bahwa korban sempat terjatuh dan seluruh tubuhnya kaku dan kejang-kejang sekitar dua jam akibat tekanan psikis.
Peristiwa serupa kembali terulang pada 18 Maret 2024, ketika terdakwa kembali menemui korban.
Berdasarkan keterangan para saksi, terdakwa melontarkan kalimat-kalimat yang dianggap merendahkan sehingga menyebabkan korban mengalami tekanan mental dan trauma berat.
Dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi korban pada 21 Mei 2025, kondisi psikis korban kembali menurun.
Visum et repertum psikiatrikum dari Rumah Sakit Polri menyatakan, korban terdiagnosis mengalami gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Menurut majelis hakim, ada dua hal yang memberatkan hukuman terdakwa, yakni terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan tidak merasa bersalah, serta perbuatannya menyebabkan korban mengalami gangguan stres pascatrauma dan dampak psikologis berkepanjangan.
Sementara hal yang meringankan terdakwa, adalah statusnya sebagai ibu kandung korban, sikap terdakwa yang dinilai sopan selama persidangan, serta terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya.
Atas pertimbangan tersebut, majelis hakim menjatuhkan hukuman enam bulan penjara terhadap terdakwa.
Dalam putusannya, majelis juga memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan, dan menghitung masa penahanan yang telah dijalani sejak 6 Maret 2025 sebagai bagian dari pidana yang dijatuhkan.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Satriya Sukmana, S.H. menuntut agar terdakwa dijatuhi pidana satu tahun penjara berdasarkan dakwaan Pasal 77B Undang-Undang Perlindungan Anak.
Usai pembacaan vonis, pihak jaksa langsung menyatakan banding, karena menilai hukuman yang dijatuhkan majelis hakim tidak mencerminkan besarnya dampak yang dialami korban.