Perusahaan Tambang di Raja Ampat Kantongi Izin Lingkungan dan Eksploitasi: Siapa Konsultan Amdal-nya?
- IG/thecultside
Jakarta, WISATA – Raja Ampat, yang dikenal sebagai surga biodiversitas dunia, kini menghadapi tantangan besar akibat aktivitas pertambangan. Beberapa perusahaan telah mendapatkan izin untuk mengeksploitasi sumber daya alam di wilayah ini, meskipun ada kekhawatiran besar terkait dampak lingkungan.
Di sini akan dibahas siapa konsultan AMDAL yang terlibat, pihak yang memberikan izin lingkungan, serta tanggapan ilmiah dari para ahli mengenai dampak eksploitasi tambang di Raja Ampat.
Salah satu perusahaan yang beroperasi di Raja Ampat adalah PT Gag Nikel yang telah mendapatkan izin berdasarkan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Perusahaan ini telah menjalankan operasionalnya sesuai dengan AMDAL yang disusun dan dievaluasi oleh tim ahli lingkungan. Namun, nama spesifik konsultan AMDAL yang menangani proyek ini belum banyak dipublikasikan.
Selain PT Gag Nikel, terdapat beberapa perusahaan lain yang sebelumnya beroperasi di Raja Ampat, tetapi izin mereka telah dicabut oleh pemerintah karena pelanggaran lingkungan. Perusahaan-perusahaan tersebut meliputi: PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Nurham.
Izin lingkungan untuk aktivitas tambang di Raja Ampat diberikan oleh berbagai pihak, termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). PT Gag Nikel, misalnya, telah memperoleh izin AMDAL sejak tahun 2014, dengan adendum terbaru pada tahun 2022 dan 2024. Selain itu, perusahaan ini juga memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang dikeluarkan pada tahun 2015 dan 2018.
Namun, setelah evaluasi lebih lanjut, pemerintah memutuskan untuk mencabut izin empat perusahaan tambang lainnya karena ditemukan pelanggaran lingkungan yang serius. Presiden Prabowo Subianto secara langsung memerintahkan pencabutan izin tersebut dalam rapat terbatas pada 9 Juni 2025.
Para ahli lingkungan menyoroti dampak negatif dari aktivitas tambang di pulau-pulau kecil seperti Raja Ampat. Mahawan Karuniasa, dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa eksploitasi tambang di pulau kecil dapat menyebabkan kerusakan ekosistem hutan dan laut. Ia menekankan bahwa sedimentasi logam berat dari tambang nikel dapat meningkatkan keasaman air laut, yang berpotensi merusak terumbu karang dan mengancam keanekaragaman hayati.