Rhenald Kasali Ungkap Lima Persoalan Berbangsa yang Menghambat Kemajuan Bangsa

Rhenald Kasali
Sumber :
  • Acadameicindonesia

Jakarta, WISATA - Dalam sebuah unggahan di akun Instagramnya, @rhenaldkasali, tokoh pemikir dan pengamat perkembangan bangsa, Rhenald Kasali, mengungkapkan bahwa bangsa Indonesia kerap kali “maju satu langkah tapi mundur tiga langkah”. Menurutnya, terdapat lima persoalan fundamental yang menghambat kemajuan bangsa. Artikel ini akan mengulas secara detail kelima persoalan tersebut, dilengkapi dengan analisis mendalam serta pandangan yang relevan bagi masyarakat Indonesia.

René Descartes: “Yang Paling Sedikit Digunakan adalah yang Paling Berharga—Akal Sehat”

1. Ketidaksesuaian Antara Kepercayaan Efisiensi dan Tindakan Inefisiensi

Rhenald Kasali menyoroti bahwa banyak pihak di Indonesia sangat percaya pada pentingnya efisiensi dalam setiap aspek kehidupan, mulai dari pemerintahan, dunia usaha, hingga sistem pendidikan. Namun ironisnya, pada praktiknya masih banyak yang menunjukkan perilaku inefisien.

  • Fakta yang Diketahui: Banyak birokrasi dan sistem kerja yang lambat, birokrasi berbelit-belit, serta prosedur yang tidak disederhanakan, padahal di era digital ini, kemajuan seharusnya dapat terwujud melalui penerapan teknologi dan sistem kerja modern.
  • Implikasi: Ketidaksesuaian ini membuat berbagai program atau kebijakan yang sebenarnya bisa membawa efisiensi hanya terhambat oleh kebiasaan lama dan sistem yang kurang mendukung inovasi.
Albert Camus: “Kebodohan Punya Cara Sendiri untuk Menang”

2. Pendidikan yang Ideal, Pemimpin yang Tidak Menitikberatkan Meritokrasi

Pendidikan selalu dianggap sebagai kunci untuk masa depan yang lebih baik. Namun, Rhenald Kasali mengungkapkan bahwa ketika lulusan pendidikan diangkat menjadi pemimpin, nilai meritokrasi seringkali tidak dijadikan prioritas.

  • Pernyataan Penting: Meskipun masyarakat dan pemerintah percaya pada nilai pendidikan, seleksi untuk posisi strategis kerap kali didasarkan pada faktor-faktor non-akademis.
  • Dampak Jangka Panjang: Sistem yang tidak menerapkan meritokrasi secara konsisten dapat menciptakan kepemimpinan yang tidak kompeten. Akibatnya, inovasi dan kebijakan-kebijakan yang progresif sulit untuk terwujud.
Hidup Stoik ala Massimo Pigliucci: Filosofi Praktis untuk Zaman Modern

3. Sikap terhadap Peraturan: Percaya Namun Sering Dicurangi

Dalam konteks hukum dan tata kelola, masyarakat Indonesia memiliki kepercayaan tinggi terhadap peraturan sebagai landasan tertib sosial. Namun, paradoks muncul ketika peraturan itu sendiri dijadikan sasaran untuk diakali atau dimanfaatkan demi keuntungan pribadi.

  • Penjelasan Kasali: Meski banyak peraturan yang sudah disusun demi kebaikan bersama, implementasinya justru seringkali terhambat oleh upaya untuk mencari celah-celah hukum.
  • Konsekuensi Sosial: Hal ini tidak hanya mengurangi efektivitas peraturan tersebut, tetapi juga menciptakan budaya “merundingkan celah”, yang pada akhirnya merusak kepercayaan masyarakat pada sistem hukum.

4. Bangsa yang Religiositas Tinggi Namun Kerap Menyimpang dari Ajaran Agama

Indonesia dikenal sebagai negara dengan keragaman agama dan tingkat religiusitas yang tinggi. Namun, Rhenald Kasali menyatakan bahwa masih terdapat banyak dinamika dimana masyarakat tidak sepenuhnya menjalankan ajaran agamanya.

  • Keterasingan Antara Iman dan Praktik: Banyak individu dan institusi yang hanya menunjukan religiusitas secara simbolis, tanpa benar-benar mengimplementasikan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
  • Efek pada Kebijakan Publik: Sikap ini berdampak pada pembentukan kebijakan yang seharusnya dilandasi oleh nilai-nilai moral dan etika, namun sering kali terdistorsi oleh kepentingan pragmatis semata.

5. Marginalisasi Orang Baik dan Daya Tarik yang Berlebihan pada Tokoh Bermasalah

Isu terakhir yang diungkapkan adalah fenomena sosial di mana individu-individu yang memiliki potensi positif dan integritas sering kali dipinggirkan. Sebaliknya, orang-orang bermasalah dan individu dengan karakter yang kurang baik justru mendapatkan perhatian dan akses di berbagai lini.

  • Dinamika Sosial: Keadaan ini mencerminkan kegagalan sistem dalam menilai kapasitas nyata seseorang dalam membawa kemajuan serta pembangunan bangsa.
  • Dampak Negatif: Jika tren ini terus berlanjut, maka kebijakan dan kultur sosial pun akan semakin condong pada penyalahgunaan kekuasaan dan pengambilan keputusan yang tidak berorientasi pada kebaikan bersama.

Analisis dan Implikasi Lebih Lanjut

Ungkapan Rhenald Kasali tidak hanya sekedar kritik tajam, melainkan juga merupakan panggilan untuk introspeksi mendalam bagi seluruh elemen masyarakat. Berikut adalah beberapa poin refleksi penting:

  • Konsistensi Nilai: Adanya gap antara kepercayaan dan praktik memerlukan upaya bersama untuk menyelaraskan nilai yang diyakini dengan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
  • Reformasi Sistem Pendidikan dan Kepemimpinan: Penting untuk menerapkan sistem seleksi berbasis kompetensi yang memastikan setiap pemimpin memiliki kapasitas yang sesuai dengan tanggung jawabnya.
  • Penegakan Hukum yang Tegas: Memperketat pengawasan dan evaluasi terhadap implementasi peraturan menjadi krusial agar kepercayaan masyarakat tidak berkurang.
  • Integritas dalam Spiritualitas: Mendorong budaya religius yang tidak hanya bersifat simbolis, tetapi benar-benar mencerminkan nilai-nilai keagamaan dalam tindakan dan kebijakan.
  • Pengakuan Terhadap Individu Berintegritas: Masyarakat dan institusi harus mampu mengidentifikasi serta mendukung individu yang memiliki potensi membawa perubahan positif, menghindari praktik nepotisme dan favoritisme.

Melalui lima persoalan berbangsa yang diungkapkan oleh Rhenald Kasali, terdapat pesan mendalam bahwa untuk melangkah ke depan, bangsa Indonesia perlu melakukan reformasi mulai dari efisiensi operasional, penerapan meritokrasi, integritas penerapan hukum, konsistensi spiritual, hingga pengakuan terhadap individu berintegritas. Hanya dengan keselarasan antara kepercayaan dan tindakan nyata, kemajuan yang lebih signifikan dapat terwujud.