Inikah Alasan Rusia Bertahan dari Embargo? Bisakah Eropa Bertahan Tanpa Gas Rusia?

Minyak dan Gas Membuat Banyak Negara Tergantung pada Rusia
Sumber :
  • Image Creator Bing/Handoko

Jakarta, WISATA - Konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina sejak awal 2022 mengguncang stabilitas pasar energi global. Di tengah embargo dan sanksi ketat dari negara-negara Barat, Rusia masih mampu mempertahankan posisinya sebagai pemain utama di pasar energi global. Di sisi lain, negara-negara Eropa yang bergantung pada gas Rusia menghadapi tantangan besar untuk memenuhi kebutuhan energi mereka, terutama dengan musim dingin yang semakin mendekat. Bisakah Rusia bertahan dari embargo, dan sebaliknya, apakah Eropa mampu bertahan tanpa gas dari Rusia?

Ketergantungan Eropa pada Gas Rusia: Senjata Politik atau Solusi Energi?

Ketergantungan Eropa terhadap Gas Rusia

Uni Eropa mengimpor sekitar 155 miliar meter kubik gas dari Rusia setiap tahunnya, yang mencakup hampir 40% dari total kebutuhan gasnya. Negara-negara seperti Jerman, yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap energi Rusia, mulai merasakan dampaknya dengan harga energi yang melambung. Berdasarkan laporan dari International Monetary Fund (IMF), inflasi di negara-negara Eropa mengalami peningkatan tajam, didorong oleh naiknya harga energi akibat terbatasnya pasokan.

Panas Bumi: Harapan Baru Indonesia untuk Energi Terbarukan dan Pembangunan Berkelanjutan

Untuk mengurangi dampak krisis energi ini, Uni Eropa meluncurkan program darurat yang dikenal sebagai REPowerEU, yang menargetkan penurunan ketergantungan pada gas Rusia sebesar dua pertiga pada akhir tahun 2022. Namun, diversifikasi pasokan ini bukan hal yang mudah. Infrastruktur LNG, yang memungkinkan negara-negara Eropa mengimpor gas alam dari negara lain seperti Amerika Serikat, memerlukan investasi besar dan waktu pembangunan yang cukup lama.

Bagaimana Rusia Bertahan dari Embargo Barat?

Energi Panas Bumi: Solusi Terbaik untuk Indonesia di Tengah Krisis Energi Global

Sebagai tanggapan terhadap embargo Barat, Rusia mulai mengalihkan pasar energi ke negara-negara Asia. China dan India, yang merupakan dua negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia, terus membeli minyak dan gas Rusia meskipun menghadapi tekanan dari negara-negara Barat. Dengan harga yang lebih murah dibandingkan pasar internasional, Rusia tetap dapat menjaga pendapatan energi yang signifikan dari transaksi ini. Menurut data dari Bloomberg, ekspor minyak Rusia ke China dan India meningkat lebih dari 20% dalam beberapa bulan pertama setelah invasi ke Ukraina.

Pemerintah Rusia juga menerapkan langkah-langkah kebijakan moneter dan fiskal untuk mengurangi dampak sanksi. Cadangan devisa yang kuat serta dukungan dari negara-negara sahabat membuat Rusia mampu menjaga stabilitas ekonomi meski berada dalam tekanan. Meskipun terjadi pelemahan ekonomi, kemampuan Rusia untuk bertahan dari sanksi mencerminkan pentingnya peran energi dalam geopolitik modern.

Apakah Eropa Bisa Bertahan Tanpa Gas Rusia?

Mengandalkan energi Rusia adalah pedang bermata dua bagi Eropa. Tanpa pasokan energi yang stabil, banyak industri di Eropa menghadapi risiko penurunan produksi atau bahkan penghentian operasi. Menurut laporan dari European Network of Transmission System Operators for Gas (ENTSOG), potensi krisis energi di musim dingin sangat tinggi, terutama bagi negara-negara yang sangat bergantung pada gas Rusia.

Diversifikasi energi menjadi agenda utama, dengan investasi besar dalam energi terbarukan dan teknologi LNG. Meski begitu, butuh waktu bertahun-tahun bagi Eropa untuk dapat sepenuhnya bebas dari ketergantungan pada gas Rusia. Oleh karena itu, dalam jangka pendek, Eropa perlu mempertimbangkan alternatif lain, termasuk upaya penghematan energi di sektor industri dan rumah tangga.

Masa Depan Energi Global di Tengah Konflik

Konflik antara Rusia dan Barat telah mengubah dinamika energi global secara signifikan. Jika Rusia berhasil mempertahankan dominasinya di pasar energi, ini bisa menciptakan blok baru di pasar energi internasional yang dipimpin oleh Rusia dan negara-negara Asia. Sementara itu, Eropa perlu mempercepat transisi energi bersih dan memperkuat ketahanan energi untuk menghindari ketergantungan yang rentan di masa depan.