Indonesia Dorong Penguatan Transaksi Mata Uang Lokal di Tengah Percepatan Ekonomi Digital
- Handoko/Istimewa
Jakarta, WISATA - Pertemuan Pejabat Tinggi Bidang Integrasi Ekonomi ASEAN kembali digelar di Vientiane, Laos, pada Rabu (14/8), dengan fokus pada penyusunan Rencana Strategis Masyarakat Ekonomi ASEAN (Renstra MEA) 2026-2030. Dipimpin oleh Wakil Menteri Perindustrian dan Perdagangan Laos, pertemuan ini menjadi momen penting bagi negara-negara ASEAN untuk menentukan arah baru integrasi ekonomi regional dalam menghadapi tantangan global yang terus berkembang.
Delegasi Indonesia yang diketuai oleh Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Regional dan Sub Regional, Netty Muharni, menyampaikan sambutan hangat terhadap penyusunan Renstra MEA 2026-2030. Ia menekankan pentingnya rencana ini sebagai jembatan menuju pencapaian Visi ASEAN 2045 yang bertujuan untuk menjadikan kawasan ini lebih tangguh, inovatif, dinamis, dan berpusat pada masyarakat. Menurutnya, Indonesia mengusulkan identifikasi inisiatif-inisiatif "quick win" yang memiliki dampak besar dan dapat diimplementasikan segera untuk mengatasi masalah-masalah yang paling mendesak.
“Saya mengapresiasi bantuan dari Sekretariat ASEAN dalam mengembangkan panduan untuk mengidentifikasi inisiatif quick win yang akan menjadi bagian dari Renstra MEA 2026-2030,” ujar Netty. Salah satu inisiatif yang diusulkan Indonesia adalah memperkuat konektivitas kawasan, terutama dalam aspek keuangan melalui perluasan transaksi mata uang lokal (Local Currency Transaction atau LCT) ke seluruh negara ASEAN.
Netty menegaskan bahwa penguatan implementasi LCT harus menjadi prioritas utama. “Kita harus memprioritaskan penguatan implementasi Local Currency Transaction (LCT), memperluas cakupannya ke semua negara anggota ASEAN dan mitra dagang utama. Menetapkan perjanjian LCT dengan negara ekonomi mitra utama seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan akan semakin meningkatkan ketahanan kita,” tegasnya.
Renstra MEA 2026-2030, yang dijadwalkan akan diadopsi oleh Kepala Negara pada tahun 2025, merupakan elemen krusial bagi ASEAN untuk mencapai Visi 2045. Rencana ini akan mencakup tiga bagian utama, yakni Strategic Goals, Objectives, dan Strategic Measures. Saat ini, 140 dari 209 strategic measures telah diselesaikan, mencakup 47 objectives.
Di tengah perkembangan isu-isu baru dalam berbagai forum kerja sama ekonomi internasional seperti ekonomi digital, tenaga kerja, ekonomi hijau, hak kekayaan intelektual, hingga inklusifitas, ASEAN dituntut untuk secara proaktif memasukkan isu-isu tersebut ke dalam perjanjian dagang yang sedang dibahas. Langkah ini sejalan dengan Visi 2045 untuk menjadikan ASEAN sebagai kekuatan ekonomi keempat di dunia pada tahun 2045.
Indonesia, sebagai salah satu negara yang memimpin di ASEAN, juga menunjukkan komitmennya dalam menghadapi isu-isu baru ini dengan mengadopsi standar yang lebih tinggi dalam perjanjian dagang atau platform multilateral lainnya, termasuk aksesi Indonesia dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang sedang berjalan.
Sebagai bagian dari komitmennya, Indonesia juga akan menjadi tuan rumah ASEAN-OECD Good Regulatory Practice Network (GRPN) ke-9 pada 28 November 2024. Pertemuan ini akan menjadi forum untuk berbagi pengetahuan terkait implementasi praktik regulasi yang baik di ASEAN, dengan mengundang negara-negara anggota ASEAN, termasuk Laos dan Malaysia sebagai negara percontohan.
Pada sela-sela pertemuan, Indonesia juga mengadakan pertemuan bilateral dengan Laos selaku Ketua ASEAN 2024. Dua topik utama yang dibahas adalah inisiatif batik kolaborasi ASEAN yang diluncurkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam rangka Perayaan HUT ke-57 ASEAN, serta dukungan Indonesia terhadap Laos dalam menghadapi situasi ekonomi yang sedang mengalami penurunan.
Pertemuan ini menjadi bukti nyata bahwa ASEAN tidak hanya bergerak untuk mencapai visi jangka panjang, tetapi juga tanggap terhadap kebutuhan dan tantangan mendesak yang dihadapi oleh anggotanya. Dalam konteks ini, Indonesia terus memainkan peran penting dalam mendorong kolaborasi regional yang lebih erat, khususnya dalam penguatan konektivitas keuangan melalui transaksi mata uang lokal.