FOMO di Era Kebudayaan Pop: Keinginan Tak Ingin Ketinggalan Boneka, Liburan, dan Konser
- Image Creator Bing/Handoko
Fenomena ini menunjukkan bagaimana FOMO tidak hanya mendorong minat terhadap musik tetapi juga menciptakan ekosistem ekonomi yang menguntungkan, baik bagi promotor maupun pelaku industri hiburan.
Media Sosial: Penyebar dan Penguat FOMO
Media sosial menjadi katalis utama dalam penyebaran FOMO. Algoritma yang dirancang untuk menampilkan konten populer membuat tren lebih cepat viral. Sebuah unggahan tentang konser, boneka, atau destinasi wisata dapat menjangkau jutaan pengguna dalam waktu singkat.
Sebagai contoh, tantangan TikTok seperti "Glow Up Challenge" atau tren kuliner "minuman boba unik" dengan cepat menjadi fenomena. Menurut survei dari Hootsuite, 80% pengguna media sosial di Indonesia mengaku merasa terpengaruh oleh konten yang mereka lihat online.
Namun, penting untuk diingat bahwa media sosial sering kali hanya menampilkan sisi terbaik dari kehidupan. Kesadaran ini dapat membantu masyarakat mengelola ekspektasi dan mengurangi tekanan sosial akibat FOMO.
Dampak Psikologis FOMO
Di balik gemerlap tren budaya pop, FOMO juga memiliki dampak psikologis. Rasa takut ketinggalan sering kali menyebabkan stres dan kecemasan. Banyak orang merasa perlu untuk terus mengikuti tren agar tidak dianggap "ketinggalan zaman."