Petroglif Geometris di Peru Merupakan Representasi Lagu-lagu Kuno Ritual Perdukunan
- A. Rozwadowski et al. / Cambridge Archaeological Journal, 2024
Malang, WISATA – Toro Muerto di Peru Selatan, rumah bagi banyak koleksi seni cadas, telah lama membingungkan para peneliti dengan petroglifnya yang penuh teka-teki.
Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Cambridge Archaeological Journal mengusulkan interpretasi baru: bentuk geometris abstrak yang menghiasi batu-batu vulkanik mungkin merupakan representasi dari lagu-lagu kuno, yang berpotensi terkait dengan ritual perdukunan yang melibatkan tanaman halusinogen.
Toro Muerto, yang diterjemahkan menjadi “Banteng Mati,” menawarkan koleksi petroglif yang signifikan dari Kebudayaan Wari, sebuah peradaban Cakrawala Tengah yang berkembang antara tahun 500 hingga 1000 M. Di antara ukiran rumit ini terdapat sosok antropomorfik menari yang dikenal sebagai danzantes, disertai dengan motif geometris, didominasi garis zigzag, dan kadang-kadang titik atau lingkaran.
Meskipun interpretasi sebelumnya mengisyaratkan representasi simbolis seperti ular atau kilat, penelitian terbaru ini menunjukkan kesamaan dengan masyarakat Tukano di hutan hujan Kolombia. Komunitas adat ini menggunakan desain geometris dalam karya seni mereka, yang terinspirasi oleh pengalaman visioner yang disebabkan oleh minuman psikoaktif yajé/yage. Seni Tukano, menampilkan lingkaran konsentris, titik, garis bergelombang, dan zigzag, mencerminkan mitos penciptaan mereka, terjalin dengan tarian dan lagu yang dinyanyikan selama ritual.
Para peneliti mengusulkan bahwa mirip dengan penggunaan pola geometris Tukano untuk mewakili lagu, petroglif di Toro Muerto mungkin mencerminkan komposisi musik kuno. Mereka menulis dalam studi mereka bahwa “beberapa gambar geometris bisa saja merupakan representasi atau perwujudan dari lagu itu sendiri, terlepas dari penggambaran mulut atau tubuh.”
Selain itu, ikonografi Mesoamerika dari kodeks Maya, Mixtec dan Nahua juga menampilkan titik atau garis berbentuk spiral, yang mungkin menggambarkan lagu secara visual. Hal ini menunjukkan bahwa penggambaran lagu dalam bentuk grafis mungkin bukan hanya terjadi di Toro Muerto, melainkan merupakan fenomena yang tersebar luas di berbagai budaya.
Studi ini memperluas hipotesisnya dengan mengusulkan bahwa komposisi kompleks tertentu yang menampilkan penari dan pola geometris linier melambangkan perjalanan menuju akhirat atau dunia paralel. Para peneliti mengusulkan bahwa pengaturan rumit penari yang dikelilingi oleh garis bergelombang dapat menggambarkan perpindahan ke alam lain, di mana para peserta terhubung kembali dengan mitologi leluhur. Mereka berpendapat bahwa pola geometris, terutama garis zigzag, bisa jadi mewakili bola sonik, sedangkan penari melambangkan perpindahan ke dunia lain. Penafsiran ini mengungkapkan hubungan yang lebih dalam antara seni, musik dan spiritualitas dalam budaya Peru kuno.
Meskipun mengakui sifat spekulatif dari hipotesis mereka, para peneliti menegaskan koherensi logisnya dan menyerukan eksplorasi lebih lanjut terhadap konteks ontologis dan sosial seputar petroglif kuno ini. Mereka mengusulkan perubahan paradigma dalam menafsirkan seni cadas Toro Muerto, dengan menekankan peran musik dan pengalaman visioner dalam budaya Andean kuno
Malang, WISATA – Toro Muerto di Peru Selatan, rumah bagi banyak koleksi seni cadas, telah lama membingungkan para peneliti dengan petroglifnya yang penuh teka-teki.
Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam Cambridge Archaeological Journal mengusulkan interpretasi baru: bentuk geometris abstrak yang menghiasi batu-batu vulkanik mungkin merupakan representasi dari lagu-lagu kuno, yang berpotensi terkait dengan ritual perdukunan yang melibatkan tanaman halusinogen.
Toro Muerto, yang diterjemahkan menjadi “Banteng Mati,” menawarkan koleksi petroglif yang signifikan dari Kebudayaan Wari, sebuah peradaban Cakrawala Tengah yang berkembang antara tahun 500 hingga 1000 M. Di antara ukiran rumit ini terdapat sosok antropomorfik menari yang dikenal sebagai danzantes, disertai dengan motif geometris, didominasi garis zigzag, dan kadang-kadang titik atau lingkaran.
Meskipun interpretasi sebelumnya mengisyaratkan representasi simbolis seperti ular atau kilat, penelitian terbaru ini menunjukkan kesamaan dengan masyarakat Tukano di hutan hujan Kolombia. Komunitas adat ini menggunakan desain geometris dalam karya seni mereka, yang terinspirasi oleh pengalaman visioner yang disebabkan oleh minuman psikoaktif yajé/yage. Seni Tukano, menampilkan lingkaran konsentris, titik, garis bergelombang, dan zigzag, mencerminkan mitos penciptaan mereka, terjalin dengan tarian dan lagu yang dinyanyikan selama ritual.
Para peneliti mengusulkan bahwa mirip dengan penggunaan pola geometris Tukano untuk mewakili lagu, petroglif di Toro Muerto mungkin mencerminkan komposisi musik kuno. Mereka menulis dalam studi mereka bahwa “beberapa gambar geometris bisa saja merupakan representasi atau perwujudan dari lagu itu sendiri, terlepas dari penggambaran mulut atau tubuh.”
Selain itu, ikonografi Mesoamerika dari kodeks Maya, Mixtec dan Nahua juga menampilkan titik atau garis berbentuk spiral, yang mungkin menggambarkan lagu secara visual. Hal ini menunjukkan bahwa penggambaran lagu dalam bentuk grafis mungkin bukan hanya terjadi di Toro Muerto, melainkan merupakan fenomena yang tersebar luas di berbagai budaya.
Studi ini memperluas hipotesisnya dengan mengusulkan bahwa komposisi kompleks tertentu yang menampilkan penari dan pola geometris linier melambangkan perjalanan menuju akhirat atau dunia paralel. Para peneliti mengusulkan bahwa pengaturan rumit penari yang dikelilingi oleh garis bergelombang dapat menggambarkan perpindahan ke alam lain, di mana para peserta terhubung kembali dengan mitologi leluhur. Mereka berpendapat bahwa pola geometris, terutama garis zigzag, bisa jadi mewakili bola sonik, sedangkan penari melambangkan perpindahan ke dunia lain. Penafsiran ini mengungkapkan hubungan yang lebih dalam antara seni, musik dan spiritualitas dalam budaya Peru kuno.
Meskipun mengakui sifat spekulatif dari hipotesis mereka, para peneliti menegaskan koherensi logisnya dan menyerukan eksplorasi lebih lanjut terhadap konteks ontologis dan sosial seputar petroglif kuno ini. Mereka mengusulkan perubahan paradigma dalam menafsirkan seni cadas Toro Muerto, dengan menekankan peran musik dan pengalaman visioner dalam budaya Andean kuno