Menelusuri Jejak Kearifan Lokal: Memahami Filsafat Jawa, Sejarah, dan Pengaruhnya
- Image Creator/Handoko
Filsafat Jawa tidak tersaji dalam buku-buku tebal, melainkan tertanam dalam tradisi lisan, seni, dan budaya. Kearifan lokal ini diwariskan turun-temurun melalui pepatah, cerita rakyat, wayang, dan berbagai bentuk kesenian lainnya. Beberapa prasasti dan peninggalan sejarah, seperti Candi Borobudur dan Prambanan, juga menyimpan petunjuk tentang nilai-nilai filsafat Jawa yang dijunjung tinggi.
Filsafat Jawa telah ada sejak berabad-abad lampau, dan terus berkembang seiring dengan perjalanan sejarah dan budaya Jawa. Akarnya dapat ditelusuri hingga era kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Jawa, seperti Mataram Kuno dan Majapahit. Nilai-nilai filsafat Jawa kemudian dipadukan dengan ajaran Islam yang masuk ke Jawa pada abad ke-14.
Beberapa tokoh penting dalam sejarah filsafat Jawa antara lain:
- Empu Kanwa: Penulis Kakawin Arjunawiwaha yang sarat dengan nilai-nilai filsafat Jawa tentang kehidupan, kematian, dan spiritualitas.
- Empu Tantular: Penulis Serat Tantular yang berisi nasihat tentang moralitas dan kebijaksanaan hidup.
- Ki Ageng Suryomentaram: Putra Sri Sultan Hamengkubuwono VII yang dikenal dengan pemikirannya tentang "manusia sejati" yang berfokus pada kesederhanaan, kejujuran, dan pengabdian kepada Tuhan.
- Soenoto: Tokoh abad ke-20 ini merumuskan "filsafat kebangsaan" yang memadukan nilai-nilai Jawa dengan modernitas.
- R. Parmono: Dikenal atas karyanya "Filsafat Ketuhanan Jawa", yang membahas konsep Tuhan dalam pemikiran Jawa.