Zeno dari Citium: Belajarlah Bersyukur atas Apa yang Dimiliki, Bukan Terjebak dalam Keinginan Tak Berujung

- Cuplikan layar
“We should not spoil what we have by desiring what we have not; but remember that what we now have was once among the things we only hoped for.”
— Zeno dari Citium
Jakarta, WISATA – Di tengah dunia yang terus bergerak cepat dan dipenuhi ambisi tanpa henti, kutipan dari filsuf Yunani kuno, Zeno dari Citium, mengingatkan kita pada satu hal yang sangat mendasar namun sering dilupakan: bersyukur. Zeno, pendiri mazhab filsafat Stoisisme, menasihati agar kita tidak merusak kebahagiaan hari ini dengan menginginkan sesuatu yang belum kita miliki. Karena sejatinya, apa yang kita miliki hari ini dahulu adalah sesuatu yang hanya bisa kita harapkan.
Filosofi Stoik: Hidup dengan Kesadaran dan Rasa Cukup
Stoisisme mengajarkan manusia untuk hidup selaras dengan alam dan akal sehat. Dalam ajaran Zeno, kebahagiaan bukan datang dari kepemilikan materi atau pencapaian eksternal, melainkan dari kedamaian batin yang lahir karena keutamaan sikap dan pemikiran.
Kutipan Zeno ini seakan menampar lembut banyak orang di era modern yang hidup dalam lingkaran “kurang terus-menerus.” Setelah memiliki rumah, menginginkan rumah yang lebih besar. Setelah membeli mobil, mulai melirik mobil yang lebih mewah. Setelah meraih posisi kerja yang baik, ingin naik jabatan lagi—dan begitu seterusnya.
Padahal, jika kita berhenti sejenak dan mengingat masa lalu, mungkin apa yang saat ini kita miliki dulu pernah jadi mimpi besar. Rumah kecil yang kini kita tempati dulu adalah impian. Pekerjaan yang kadang membuat kita lelah dulu adalah sesuatu yang kita panjatkan dalam doa.
Budaya Konsumtif dan Krisis Syukur
Zeno seakan sudah meramalkan tantangan besar di abad ke-21: budaya konsumtif dan ilusi kebahagiaan dari hal-hal di luar diri. Media sosial, iklan, dan gaya hidup serba instan seringkali membuat kita merasa tidak cukup. Kita membandingkan hidup kita dengan orang lain dan lupa menghargai apa yang sudah kita miliki.
Ketidakpuasan terus-menerus inilah yang kemudian mengikis kebahagiaan sejati. Orang terus mengejar tanpa menikmati. Seperti mendaki gunung tanpa pernah berhenti untuk menikmati pemandangan.
Latihan Bersyukur: Kunci Ketenteraman
Zeno mendorong kita untuk kembali kepada kesadaran sederhana: menghargai momen ini dan apa yang ada saat ini. Latihan bersyukur bukanlah bentuk pasrah, melainkan bentuk kebijaksanaan. Itu bukan berarti kita berhenti bermimpi atau bercita-cita, tetapi kita tidak membiarkan keinginan yang belum tercapai merusak kebahagiaan atas apa yang sudah kita genggam.
Bersyukur bisa dilakukan lewat hal-hal kecil: menikmati makan siang dengan tenang, mengingat momen bersama keluarga, atau sekadar menyadari bahwa tubuh kita sehat hari ini. Hal-hal sederhana yang sering terlewat, padahal begitu berharga.
Relevansi Ajaran Zeno bagi Masyarakat Modern
Dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, tekanan sosial yang tinggi, dan dunia kerja yang penuh persaingan, pesan Zeno sangat relevan. Banyak orang mengalami stres, depresi, bahkan kehilangan arah karena terlalu fokus pada apa yang belum dimiliki.
Zeno mengajak kita untuk mengubah perspektif. Daripada terus-menerus mengejar dan merasa kurang, mengapa tidak belajar mencintai dan menghargai apa yang sudah ada di tangan?
Hidup yang Damai Berasal dari Hati yang Lapang
Menghargai masa kini adalah bentuk kecerdasan emosional. Kita tidak mengabaikan tujuan jangka panjang, tetapi tidak pula membiarkan ambisi membuat kita buta terhadap nikmat yang ada. Hati yang lapang adalah fondasi dari hidup yang damai.
Zeno tidak menolak mimpi dan ambisi, tetapi menekankan bahwa kita harus berdamai dengan kenyataan dan tidak merusak kebahagiaan saat ini hanya karena terlalu terobsesi pada masa depan yang belum tentu datang.
Penutup: Hargai Hari Ini, Karena Dulu Itu Adalah Harapan
Dalam dunia yang serba cepat dan penuh tekanan, ajaran Zeno dari Citium bagaikan oase yang menenangkan. Ia mengingatkan kita bahwa kebahagiaan bisa ditemukan dalam hal-hal yang sudah ada, bukan hanya dalam pencapaian yang belum terjadi.
Kita perlu waktu untuk berhenti sejenak, melihat ke dalam, dan bersyukur. Karena sejatinya, kebahagiaan bukan tentang memiliki segalanya, tapi tentang merasa cukup dengan apa yang sudah ada. Ingatlah: dulu kita pernah memimpikan apa yang sekarang kita miliki.