Epictetus: Jalan Menuju Kebaikan Dimulai dari Pengakuan Akan Keburukan Diri

- Cuplikan layar
“If you desire to be good, begin by believing that you are wicked.”
—Epictetus
Jakarta, WISATA - Banyak orang ingin menjadi baik. Namun, menurut filsuf Stoik Epictetus, keinginan itu tidak cukup jika tidak disertai dengan satu langkah awal yang sering kali terasa pahit: mengakui bahwa diri ini belum sepenuhnya baik. Baginya, kesadaran bahwa kita masih memiliki keburukan adalah titik awal pertumbuhan moral yang sejati.
Kesadaran Diri adalah Pondasi Kebajikan
Epictetus menekankan pentingnya kesadaran diri. Ia percaya bahwa seseorang hanya bisa berubah jika terlebih dahulu bersedia melihat kenyataan tentang dirinya sendiri, termasuk kelemahan, kekurangan, dan kesalahan yang masih dimiliki. Tanpa pengakuan ini, seseorang akan hidup dalam ilusi dan merasa sudah cukup baik, padahal stagnan secara moral.
Menganggap diri sudah baik adalah jebakan ego. Sebaliknya, menganggap diri masih jauh dari kebaikan adalah tanda kerendahan hati, dan ini adalah gerbang untuk memulai perjalanan menuju perbaikan diri yang otentik.
Mengapa Mengakui Keburukan Itu Penting?
Mengakui keburukan bukan berarti merendahkan diri secara berlebihan, melainkan menyadari bahwa kita semua adalah manusia yang belum sempurna. Dengan begitu, kita membuka ruang untuk belajar, berkembang, dan memperbaiki diri. Seseorang yang merasa dirinya sudah "benar" tidak akan pernah merasa perlu untuk belajar hal baru. Sebaliknya, mereka yang tahu bahwa dirinya masih jauh dari sempurna akan terus mencari cara untuk tumbuh.