Dari Skolastik ke Skeptisisme: Jalan Sunyi Menuju Zaman Modern

- Cuplikan layar
William of Ockham mengusulkan sebuah cara berpikir radikal. Ia menolak universalitas sebagai entitas nyata, menantang realisme skolastik yang selama ini mendominasi. Bagi Ockham, konsep-konsep umum seperti “kemanusiaan” atau “keadilan” tidak memiliki eksistensi di luar pikiran. Yang nyata hanyalah individu dan fakta empiris. Ini adalah dasar dari nominalisme—pandangan yang menyederhanakan ontologi dan menolak entitas metafisik yang tidak perlu.
Lebih jauh lagi, Ockham memisahkan iman dari akal. Ia menolak gagasan bahwa keberadaan Tuhan bisa dibuktikan melalui argumen logis. Bagi Ockham, iman bersifat suprarasional dan tidak tunduk pada sistem logika manusia. Ini adalah pelepasan besar: filsafat tidak lagi harus membuktikan dogma, dan dogma tidak perlu tunduk pada filsafat.
Menuju Skeptisisme dan Otonomi Intelektual
Apa yang dilakukan Ockham tampaknya sederhana—menyederhanakan, mempertanyakan, membedakan—namun akibatnya sangat dalam. Dengan menolak realisme skolastik dan memisahkan iman dari rasio, ia mengguncang dasar-dasar teologi skolastik. Ia memperkenalkan keraguan yang sehat: bahwa tidak semua yang diklaim sebagai “pengetahuan suci” benar-benar bisa dijustifikasi secara rasional.
Inilah cikal bakal skeptisisme modern. Bukan skeptisisme destruktif yang menolak segalanya, tetapi skeptisisme metodologis yang menguji dan mempertanyakan dengan jujur. Para pemikir pasca-Ockham mulai merasa bahwa kebenaran harus dicari dengan cara baru—melalui pengalaman, pengamatan, eksperimen—bukan sekadar penalaran metafisik dalam ruang kelas teologi.
Dengan kata lain, Ockham adalah tokoh transisi. Ia hidup di dunia teologis, namun pikirannya mulai membebaskan filsafat dari dominasi teologi.
Warisan yang Diam-Diam Mengubah Dunia