Pisau Ockham: Mengapa Kesederhanaan Bisa Mengguncang Gereja dan Filsafat?

William of Ockham
William of Ockham
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Setelah kematian Ockham, prinsip Pisau Ockham tidak langsung populer. Namun pada abad ke-16 hingga ke-18, ketika Eropa memasuki era Renaisans dan Pencerahan, gagasan ini mulai kembali dibicarakan dan digunakan secara luas dalam bidang sains.

Para ilmuwan seperti Galileo Galilei, Isaac Newton, hingga Albert Einstein, secara tidak langsung mempraktikkan prinsip Ockham ketika mereka menyusun teori-teori ilmiah yang berdasarkan pengamatan dan data, bukan pada asumsi metafisik. Dalam ilmu pengetahuan modern, teori yang paling sederhana dan paling bisa diuji adalah teori yang paling disukai.

Contohnya, ketika ada dua teori untuk menjelaskan fenomena alam, para ilmuwan akan cenderung memilih teori yang tidak memerlukan asumsi tambahan. Ini sesuai dengan semangat Pisau Ockham: potong semua yang tidak perlu.

Pisau yang Masih Digunakan Hari Ini

Dalam era teknologi saat ini, Pisau Ockham masih digunakan secara luas. Dalam pengembangan kecerdasan buatan, algoritma yang sederhana dan efisien sering kali lebih baik daripada yang rumit. Dalam pemrograman, prinsip “keep it simple” menjadi pedoman utama. Bahkan dalam penulisan berita dan konten digital, kesederhanaan dan kejelasan dianggap lebih efektif dalam menyampaikan pesan.

Di dunia bisnis, teori minimal viable product (MVP) dalam startup juga berakar pada prinsip ini: buat produk sesederhana mungkin, tapi tetap menyelesaikan masalah utama.

Kesederhanaan Bukan Kelemahan