Rendah Hati dalam Menerima, Ikhlas dalam Melepas: Pelajaran Abadi dari Marcus Aurelius

Marcus Aurelius Kaisar Romawi dan Tokoh Stoikisme
Marcus Aurelius Kaisar Romawi dan Tokoh Stoikisme
Sumber :
  • thoughtco.com

Jika kita belajar menerima dengan rendah hati, kita juga harus belajar melepas dengan lapang dada. Inilah bagian yang seringkali jauh lebih sulit. Entah itu kegagalan, kehilangan orang tercinta, atau berakhirnya sebuah fase hidup, kita cenderung melekat pada apa yang sudah kita miliki. Marcus mengingatkan bahwa keterikatan pada hal-hal eksternal hanya akan membawa penderitaan.

“Everything is ephemeral,” tulis Marcus dalam Meditations. Semua yang kita miliki hari ini bisa hilang besok. Oleh karena itu, kita diajak untuk menanamkan sikap ikhlas dalam menghadapi kehilangan—tanpa amarah, tanpa kesedihan yang merusak, dan tanpa menyalahkan siapa pun.

Dalam tradisi Stoik, ikhlas bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan menerima kenyataan dengan bijaksana. Kita tetap berusaha sebaik mungkin, namun bersiap untuk menerima apa pun hasilnya tanpa mengaitkannya pada harga diri atau makna hidup kita.

Jangan Goyah oleh Pujian atau Cemoohan

Kutipan Marcus ini juga mengingatkan kita untuk tidak terombang-ambing oleh opini orang lain. Baik pujian maupun hinaan, jika diterima secara berlebihan, bisa menggeser kita dari inti karakter sejati. Marcus menyebutnya sebagai “suara lidah yang bertepuk tangan”—tidak substansial dan tidak menentukan nilai diri seseorang.

Ryan Holiday menyebut bahwa ketenangan batin datang ketika kita bisa membebaskan diri dari kebutuhan akan validasi eksternal. “Jika kamu tidak bisa mengabaikan pujian, maka kamu tidak akan kuat menghadapi hinaan,” tulisnya dalam Stillness is the Key.

Praktik Harian: Melatih Hati dan Pikiran