UGM: Pengukuhan Guru Besar Fapet UGM, Prof. Ir. Dyah Maharani, S.Pt., MP., Ph.D., IPM.
- Christiyanto
Yogyakarta, WISATA – Jumlah Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta bertambah lagi.
Hari Selasa (15/08/2023), dilaksanakan pengukuhan Guru Besar ke-40 Fakultas Peternakan UGM atas nama Prof. Ir. Dyah Maharani, S.Pt., MP., Ph.D., IPM, dalam bidang "Ilmu Genetika dan Pemuliaan Ternak" di Balai Senat Universitas Gadjah Mada.
Pada acara pengukuhan tersebut, Prof. Dyah Maharani menyampaikan pidato berjudul " Model Perbibitan dan Program Breeding Untuk Ternak Lokal di Indonesia".
Isi pidato membahas pentingnya kualitas dan ketersediaan bibit dalam menentukan produktivitas di sektor peternakan.
Prof. Dyah Maharani menjelaskan, untuk mencapai kualitas bibit yang unggul, diperlukan model perbibitan dan program breeding yang terintegrasi dan komprehensif.
Terkait dengan kondisi perbibitan dan program breeding di Indonesia, Prof. Dyah Maharani membahas beberapa faktor yang mempengaruhi, seperti fasilitas, kebijakan, dan sumber daya manusia (SDM).
Guru besar yang hobi nyanyi ini, juga merekomendasikan bahwa model perbibitan CBP, lebih sesuai untuk ternak lokal di wilayah sumber bibit di Indonesia bagian Timur atau wilayah terpencil dengan skala peternakan rakyat.
Sementara model KPST, lebih cocok diterapkan di wilayah Jawa dan wilayah sumber bibit lain, yang memiliki ekosistem agribisnis berbasis pasar atau konsumen.
Menurut Putri Solo ini, perbibitan model SISKA cocok untuk wilayah sumber bibit yang berdekatan dengan perusahaan kelapa sawit.
Ia juga mengemukakan, program persilangan perlu diatur oleh pemerintah, terutama untuk memastikan tujuan perbibitan yang jelas dan terarah.
Alumni Paduan Suara Adiswara UGM ini juga membahas pula metode seleksi yang direkomendasikan, termasuk pendekatan kuantitatif konvensional dan molekuler, tergantung pada fasilitas, dana, dan sumber daya manusia yang tersedia di setiap model perbibitan.
Hal ini sebaiknya dilakukan oleh pemerintah pusat dan diimplementasikan di seluruh wilayah sumber bibit yang sudah ditetapkan, dengan dukungan dana, kebijakan, dan partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk peternak, ilmuwan pemuliaan, dan stakeholder lainnya
Yogyakarta, WISATA – Jumlah Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta bertambah lagi.
Hari Selasa (15/08/2023), dilaksanakan pengukuhan Guru Besar ke-40 Fakultas Peternakan UGM atas nama Prof. Ir. Dyah Maharani, S.Pt., MP., Ph.D., IPM, dalam bidang "Ilmu Genetika dan Pemuliaan Ternak" di Balai Senat Universitas Gadjah Mada.
Pada acara pengukuhan tersebut, Prof. Dyah Maharani menyampaikan pidato berjudul " Model Perbibitan dan Program Breeding Untuk Ternak Lokal di Indonesia".
Isi pidato membahas pentingnya kualitas dan ketersediaan bibit dalam menentukan produktivitas di sektor peternakan.
Prof. Dyah Maharani menjelaskan, untuk mencapai kualitas bibit yang unggul, diperlukan model perbibitan dan program breeding yang terintegrasi dan komprehensif.
Terkait dengan kondisi perbibitan dan program breeding di Indonesia, Prof. Dyah Maharani membahas beberapa faktor yang mempengaruhi, seperti fasilitas, kebijakan, dan sumber daya manusia (SDM).
Guru besar yang hobi nyanyi ini, juga merekomendasikan bahwa model perbibitan CBP, lebih sesuai untuk ternak lokal di wilayah sumber bibit di Indonesia bagian Timur atau wilayah terpencil dengan skala peternakan rakyat.
Sementara model KPST, lebih cocok diterapkan di wilayah Jawa dan wilayah sumber bibit lain, yang memiliki ekosistem agribisnis berbasis pasar atau konsumen.
Menurut Putri Solo ini, perbibitan model SISKA cocok untuk wilayah sumber bibit yang berdekatan dengan perusahaan kelapa sawit.
Ia juga mengemukakan, program persilangan perlu diatur oleh pemerintah, terutama untuk memastikan tujuan perbibitan yang jelas dan terarah.
Alumni Paduan Suara Adiswara UGM ini juga membahas pula metode seleksi yang direkomendasikan, termasuk pendekatan kuantitatif konvensional dan molekuler, tergantung pada fasilitas, dana, dan sumber daya manusia yang tersedia di setiap model perbibitan.
Hal ini sebaiknya dilakukan oleh pemerintah pusat dan diimplementasikan di seluruh wilayah sumber bibit yang sudah ditetapkan, dengan dukungan dana, kebijakan, dan partisipasi aktif dari berbagai pihak, termasuk peternak, ilmuwan pemuliaan, dan stakeholder lainnyap>