Apakah Tuhan Ada di Dalam Waktu? Tafsir Agustinus yang Mengubah Filsafat Selamanya

Agustinus dari Hippo (354–430 M)
Agustinus dari Hippo (354–430 M)
Sumber :
  • Image Creator Grok /Handoko

Jakarta, WISATA – Waktu adalah misteri terbesar yang selalu menyertai hidup manusia. Kita hidup di dalamnya, mengejar sesuatu di dalamnya, dan sering merasa diburu olehnya. Namun, pernahkah kita bertanya, apakah Tuhan juga hidup di dalam waktu? Atau justru Ia berada di luar dari segala dimensi temporal yang kita kenal?

Pertanyaan ini, yang mungkin terdengar sederhana, telah mengubah arah filsafat dan teologi Barat berkat pemikiran mendalam seorang tokoh besar: Agustinus dari Hippo. Dalam salah satu karya monumentalnya, Confessiones, Agustinus tidak hanya menggambarkan perjalanannya menemukan Tuhan, tetapi juga mengurai refleksi mendalam tentang hakikat waktu dan bagaimana kaitannya dengan keberadaan Tuhan.

Pengakuan Batin: Saat Waktu Menjadi Pertanyaan

Agustinus bukan sekadar seorang teolog. Ia adalah filsuf yang sangat peduli pada pertanyaan eksistensial. Di dalam Confessiones, ia bertanya, "Apa itu waktu?" Dan dengan jujur menjawab, “Jika tidak ada yang bertanya, aku tahu; jika ada yang bertanya dan aku harus menjelaskan, aku tidak tahu.”

Ini adalah pengakuan yang menunjukkan kerendahan hatinya di hadapan kompleksitas realitas. Namun, ia tidak berhenti pada kebingungan. Ia menyelami pengalaman waktu dalam hidup manusia—masa lalu, sekarang, dan masa depan—untuk memahami struktur eksistensi manusia dan kedudukan Tuhan di dalamnya.

Tiga Dimensi Waktu dalam Pikiran Agustinus

Menurut Agustinus, waktu bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri di luar manusia. Ia melihat bahwa waktu adalah pengalaman batin, bukan entitas eksternal. Masa lalu ada dalam ingatan, masa kini dalam perhatian, dan masa depan dalam pengharapan.

Dengan pendekatan ini, Agustinus menekankan bahwa waktu adalah sesuatu yang terjadi di dalam jiwa. Kita mengukur waktu karena kita mengalaminya secara psikologis. Ini adalah pemikiran yang jauh mendahului zamannya dan memberi pengaruh besar pada filsafat modern, bahkan hingga ke gagasan-gagasan Saint Augustine yang kemudian dirujuk oleh Henri Bergson dan Martin Heidegger.

Tuhan dan Ketakterikatan terhadap Waktu

Setelah menjabarkan tentang waktu sebagai fenomena subjektif manusia, Agustinus membawa pertanyaannya ke ranah teologi: apakah Tuhan juga terikat oleh waktu sebagaimana manusia?

Jawaban Agustinus tegas: tidak. Tuhan berada di luar waktu, dalam kekekalan. Ia tidak mengenal masa lalu maupun masa depan seperti manusia, karena bagi Tuhan, segala sesuatu “selalu kini”. Kekinian Tuhan adalah kekekalan yang tidak berubah—yang tidak bergerak dari satu momen ke momen lainnya.

Di sinilah letak pemikiran Agustinus yang revolusioner. Ia menolak anggapan bahwa Tuhan adalah bagian dari alur waktu yang berjalan. Sebaliknya, waktu adalah ciptaan Tuhan, dan karena itu Tuhan lebih dahulu ada daripada waktu itu sendiri.

Waktu sebagai Ciptaan: Konsep yang Mengubah Dunia

Gagasan bahwa waktu adalah ciptaan, bukan entitas yang kekal, adalah sebuah terobosan besar. Agustinus menyatakan bahwa waktu mulai ada ketika alam semesta diciptakan. Maka dari itu, tidak ada “sebelum” penciptaan, karena waktu belum ada. Ini adalah titik penting dalam menjawab pertanyaan klasik seperti: “Apa yang Tuhan lakukan sebelum menciptakan dunia?”

Menurut Agustinus, pertanyaan itu salah secara logis, karena “sebelum” baru berarti sesuatu setelah adanya waktu. Dan waktu baru ada ketika dunia diciptakan. Maka, Tuhan tidak berada dalam waktu. Ia menciptakan waktu bersama ciptaan-Nya.

Dampak terhadap Teologi dan Filsafat Barat

Pemikiran Agustinus tentang waktu dan kekekalan Tuhan menjadi pondasi bagi teologi Kristen sepanjang Abad Pertengahan. Tokoh-tokoh besar seperti Boethius, Anselmus, hingga Thomas Aquinas mengembangkan lebih lanjut ide bahwa Tuhan melihat segala sesuatu secara serentak—tanpa masa lalu dan masa depan. Ini memungkinkan Tuhan mengetahui segala sesuatu tanpa harus “menunggu” peristiwa terjadi.

Di sisi filsafat, pemikiran Agustinus mempengaruhi para pemikir modern dalam melihat eksistensi dan waktu secara fenomenologis. Ia membuka jalan bagi pendekatan-pendekatan yang tidak hanya melihat waktu sebagai ukuran fisik, tetapi sebagai pengalaman eksistensial.

Mengapa Relevan di Era Digital dan AI?

Kita hidup di era ketika waktu terasa semakin menekan. Informasi datang dalam hitungan detik, ekspektasi terhadap produktivitas makin tinggi, dan hidup terasa berlomba dengan algoritma. Dalam konteks ini, refleksi Agustinus menawarkan napas panjang.

Ia mengingatkan kita bahwa waktu bukan hanya soal detik dan menit, tetapi tentang pengalaman hidup yang mendalam. Ia juga menunjukkan bahwa hidup tidak harus terjebak dalam kekhawatiran akan masa depan atau penyesalan terhadap masa lalu. Ada ketenangan dalam menyadari bahwa kita hidup “di hadapan Tuhan” yang tidak dibatasi oleh waktu.

Kesimpulan: Merenungkan Waktu, Menemukan Tuhan

Dari seorang pemuda yang bergulat dengan hawa nafsu, Agustinus menjadi seorang filsuf besar yang mengguncang dasar-dasar pemahaman manusia tentang waktu dan Tuhan. Melalui Confessiones, ia mengajak setiap pembaca untuk tidak hanya merenungkan waktu sebagai jam berdetik, tetapi sebagai ruang jiwa yang membuka perjumpaan dengan kekekalan.

Apakah Tuhan ada di dalam waktu? Bagi Agustinus, jawabannya adalah tidak. Tapi justru karena itulah Tuhan mampu hadir di setiap momen hidup kita—menyertai, mengasihi, dan memulihkan—tanpa batas ruang dan waktu.