Ilmu Pengetahuan, Anak Kandung Islam: Aristoteles, Para Filsuf Muslim, dan Sejarah yang Terlupakan

Aristoteles Bersama Para Filsuf dan Cendekiawan Muslim
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA – Ilmu pengetahuan sering dianggap sebagai pilar utama kemajuan peradaban manusia. Namun, bagaimana jika kita menyusuri akar sejarah dan menemukan bahwa ilmu pengetahuan modern, yang sering dikaitkan dengan peradaban Barat, memiliki hubungan mendalam dengan filsafat Islam? Sebuah narasi yang sering terlupakan adalah bagaimana dunia Islam memeluk, mengembangkan, dan menyebarkan ilmu pengetahuan dari Aristoteles serta filsuf Yunani lainnya, menjadikannya sebagai anak kandung Islam pada masa kejayaannya.

Aristoteles dan Awal Mula Warisan Keilmuan

Aristoteles, seorang filsuf besar Yunani, telah meninggalkan jejak mendalam dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti logika, biologi, fisika, dan metafisika. Namun, setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi, karya-karyanya nyaris terlupakan di Eropa. Selama Abad Kegelapan, Eropa kehilangan akses terhadap warisan intelektual Yunani.

Sementara itu, dunia Islam yang sedang berkembang pesat menjadikan ilmu pengetahuan sebagai salah satu fokus utamanya. Para cendekiawan Muslim tidak hanya menemukan kembali karya-karya Aristoteles, tetapi juga menerjemahkan dan mengembangkan gagasannya ke dalam kerangka pemikiran Islam.

Zaman Keemasan Islam: Ketika Ilmu Pengetahuan Menjadi Tradisi

Pada abad ke-8 hingga ke-13 Masehi, dunia Islam memasuki era yang dikenal sebagai Zaman Keemasan Islam. Pada masa ini, berbagai pusat intelektual muncul, seperti Baitul Hikmah di Baghdad dan perpustakaan besar di Cordoba. Dalam lembaga-lembaga ini, karya-karya Aristoteles diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh para sarjana seperti Al-Kindi, Al-Farabi, dan Ibnu Sina.

Namun, apa yang membedakan dunia Islam adalah pendekatan kreatifnya terhadap karya-karya Yunani. Para cendekiawan Muslim tidak hanya bertindak sebagai penerjemah, tetapi juga sebagai inovator. Ibnu Sina, misalnya, mengembangkan filsafat Aristoteles ke dalam kerangka medis dan ilmiah yang lebih luas. Karyanya Al-Qanun fi al-Tibb menjadi rujukan utama dalam pengobatan selama berabad-abad, baik di dunia Islam maupun Eropa.