Socrates, Giordano Bruno, dan Hypatia, Korban Kekejaman atas Pemikiran Revolusioner
- Image Creator Bing/Handoko
Pandangan ini dianggap sebagai ancaman besar bagi otoritas Gereja Katolik. Pada tahun 1593, Bruno ditangkap oleh Inkuisisi dan menjalani persidangan panjang selama delapan tahun. Ketika ia menolak menarik kembali pendapatnya, Bruno dihukum mati dengan cara dibakar hidup-hidup pada 1600 di Campo de' Fiori, Roma.
Bruno menjadi simbol bagi kebebasan berpikir melawan dogma. Patungnya yang berdiri di tempat ia dieksekusi menjadi pengingat tragis tentang bagaimana inovasi intelektual sering kali harus dibayar dengan nyawa.
Hypatia: Sang Cendekiawan Alexandria yang Terseret Kekacauan Politik
Hypatia adalah salah satu tokoh perempuan paling menonjol dalam sejarah filsafat. Lahir pada sekitar tahun 360 M di Alexandria, Mesir, ia adalah seorang matematikawan, astronom, dan filsuf Neoplatonisme. Sebagai kepala sekolah di Alexandria, Hypatia dikenal karena karya-karyanya dalam matematika dan astronomi, serta perannya sebagai pengajar yang dihormati oleh banyak siswa dari berbagai belahan dunia.
Namun, pada masa itu, Alexandria menjadi pusat konflik antara Kristen dan paganisme. Hypatia, yang dikenal sebagai pagan, dituduh memicu ketegangan politik oleh para pemimpin Kristen. Pada tahun 415 M, ia diserang oleh sekelompok massa fanatik. Hypatia ditarik dari keretanya, disiksa, dan dibunuh secara brutal. Tragedi ini mencerminkan ketakutan terhadap perempuan cerdas dan pengaruhnya dalam masyarakat patriarki.
Tragedi Pemikiran yang Terus Berulang
Nasib tragis yang dialami Socrates, Bruno, dan Hypatia adalah cerminan bagaimana masyarakat sering kali merespons dengan kekerasan terhadap ide-ide yang menantang status quo. Ketakutan akan perubahan dan kebodohan kolektif sering kali menjadi alasan pembungkaman terhadap mereka yang berusaha mendorong batas-batas pemikiran.