Inilah Bukti Salah Urus UMKM dan Hanya Dijadikan Alat Serapan Anggaran, Habis Itu Ditinggal

Yoyok Pitoyo Selalu Melekat Bersama UMKM
Sumber :
  • Handoko/Istimewa

Jakarta, WISATA - Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena pelibatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah dan kementerian semakin mencuat ke permukaan. Yoyok Hidayat, Ketua Umum Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu (KOPITU), memberikan kritik tajam terhadap fenomena ini. Menurutnya, ada modus tahunan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah, kementerian, dan dinas terkait, di mana UMKM hanya dijadikan alat untuk meningkatkan serapan anggaran tanpa ada pembinaan atau pendampingan yang konsisten. Kegiatan ini sering dilakukan hanya untuk kepentingan sesaat menjelang akhir tahun, namun tidak memberikan dampak jangka panjang bagi pengembangan UMKM.

Modus Serapan Anggaran dengan Melibatkan UMKM

Sering kali, modus ini terwujud melalui kegiatan musiman seperti bazar, pasar murah, atau pameran yang tampak bertujuan untuk memberdayakan UMKM. Namun, menurut Yoyok, pelibatan UMKM dalam kegiatan tersebut hanya bersifat sementara dan formalitas. Setelah kegiatan selesai dan anggaran terserap, UMKM ditinggalkan begitu saja tanpa adanya tindak lanjut yang nyata.

“UMKM diundang untuk kegiatan hanya karena mereka dibutuhkan untuk menyerap anggaran. Setelah itu, mereka dibiarkan tanpa ada pembinaan atau pendampingan yang berkelanjutan. Ini jelas tindakan yang merugikan para pelaku UMKM,” kata Yoyok.

Ia menambahkan bahwa seharusnya pemerintah memberikan pembinaan yang konsisten kepada UMKM, agar mereka tidak hanya dilibatkan untuk sekadar memenuhi target serapan anggaran. Kegiatan musiman semacam ini, menurutnya, tidak mencerminkan kepedulian pemerintah terhadap nasib UMKM, melainkan hanya untuk memenuhi kebutuhan birokrasi dan anggaran di penghujung tahun.

Bazar dan Pasar Murah: Sekadar Formalitas?

Kegiatan seperti bazar dan pasar murah sering kali dilakukan oleh kementerian dan lembaga pemerintah sebagai bentuk dukungan terhadap UMKM. Namun, Yoyok menegaskan bahwa kegiatan ini kerap hanya menjadi formalitas belaka, tanpa ada tindak lanjut yang nyata. Pelaku UMKM sering merasa ditinggalkan setelah acara selesai, karena tidak ada pendampingan atau pembinaan yang mereka butuhkan untuk berkembang.

“UMKM diundang, mungkin dapat sedikit keuntungan dari acara, tapi setelah itu tidak ada lagi perhatian. Padahal, pembinaan berkelanjutan yang mereka butuhkan untuk bisa naik kelas dan mandiri,” ujar Yoyok.

Ia menilai, jika pemerintah ingin sungguh-sungguh membantu UMKM, maka harus ada kebijakan yang lebih mendalam. Pelibatan UMKM tidak boleh hanya sebatas seremonial, melainkan harus disertai dengan program yang dirancang untuk jangka panjang.

Perlunya Pembinaan dan Pendampingan yang Konsisten

Yoyok menegaskan, jika pemerintah benar-benar ingin memberdayakan UMKM, mereka harus belajar dari perusahaan-perusahaan besar yang telah sukses melakukan pembinaan dan pendampingan secara konsisten, seperti yang dilakukan oleh BRI, Pertamina, dan BNI. Ketiga perusahaan tersebut telah terbukti mendukung UMKM hingga mereka mampu mandiri, naik kelas, dan bahkan go global.

“Pembinaan dan pendampingan yang dilakukan oleh BRI, Pertamina, dan BNI harusnya dijadikan contoh oleh kementerian dan lembaga pemerintah. Mereka tidak hanya memanfaatkan UMKM untuk kepentingan sesaat, tapi membimbing mereka hingga benar-benar mandiri,” jelas Yoyok.

BRI, misalnya, memiliki program pembinaan yang berfokus pada peningkatan kapasitas UMKM agar mampu bersaing di pasar global. Begitu juga dengan Pertamina yang mendukung pelaku usaha kecil melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) yang mendorong UMKM untuk naik kelas. Sementara itu, BNI telah memberikan dukungan finansial dan pelatihan untuk membantu UMKM menghadapi tantangan globalisasi. Pemerintah, menurut Yoyok, perlu mengikuti langkah serupa dengan membuat program pembinaan yang berkelanjutan dan fokus pada pemberdayaan jangka panjang.

Salah Urus dalam Pengembangan UMKM

Fenomena pelibatan UMKM sebagai alat serapan anggaran di akhir tahun, menurut Yoyok, merupakan bukti adanya salah urus dalam pengembangan UMKM di Indonesia. Kementerian Koperasi dan UMKM, KADIN, serta lembaga-lembaga lain yang memiliki otoritas di bidang ini, seharusnya lebih jeli dalam mengawasi program-program yang melibatkan UMKM.

“Jika memang ingin melibatkan UMKM, lakukan dengan niat yang benar. Jangan hanya dijadikan alat sesaat untuk menghabiskan anggaran. Pelaku UMKM butuh bimbingan dan pendampingan yang berkelanjutan, bukan hanya diundang untuk formalitas,” tegas Yoyok.

Ia berharap agar lembaga-lembaga terkait bisa mengikuti jejak perusahaan-perusahaan besar dalam hal pembinaan UMKM. Program yang ditawarkan harus memiliki dampak jangka panjang dan membantu UMKM untuk benar-benar berkembang.

Dampak Negatif bagi UMKM

Modus pelibatan UMKM dalam serapan anggaran akhir tahun tanpa adanya pembinaan atau pendampingan yang berkelanjutan, menurut Yoyok, berdampak buruk bagi para pelaku usaha kecil. Alih-alih mendapatkan keuntungan, UMKM justru dirugikan karena kehilangan kesempatan untuk mendapatkan bimbingan yang bisa membantu mereka berkembang. Banyak pelaku UMKM yang merasa hanya dimanfaatkan oleh pemerintah tanpa ada manfaat yang nyata bagi perkembangan usaha mereka.

“Mereka mungkin diundang untuk kegiatan musiman, tapi setelah itu tidak ada apa-apa lagi. Ini sangat merugikan, karena UMKM tidak mendapatkan apa yang mereka butuhkan untuk naik kelas,” ungkap Yoyok.

Seruan untuk Perubahan Kebijakan

Yoyok menyerukan kepada pemerintah untuk lebih serius dalam mengelola program-program yang melibatkan UMKM. Ia berharap Kementerian Koperasi dan UMKM, KADIN, dan lembaga-lembaga lainnya dapat mengevaluasi pendekatan mereka terhadap pengembangan UMKM. Menurutnya, pelibatan UMKM dalam kegiatan pemerintah harus disertai dengan pembinaan dan pendampingan yang berkelanjutan, bukan sekedar untuk kepentingan serapan anggaran.

“Kita harus ubah pola pikir dalam melibatkan UMKM. Jangan hanya dilibatkan untuk memenuhi target anggaran, tapi buatlah program yang benar-benar membantu mereka mandiri dan go global,” tegas Yoyok.

Kritik Yoyok KOPITU terhadap modus pelibatan UMKM dalam serapan anggaran akhir tahun merupakan refleksi dari kenyataan yang sering terjadi di lapangan. UMKM seharusnya tidak diperlakukan hanya sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan birokrasi pemerintah, melainkan sebagai mitra strategis dalam pembangunan ekonomi. Program pembinaan dan pendampingan harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan, seperti yang telah dilakukan oleh BRI, Pertamina, dan BNI. Hanya dengan pendekatan yang benar dan tulus, UMKM di Indonesia bisa berkembang, mandiri, naik kelas, dan bersaing di pasar global.