Ritual Mumifikasi Mesir Kuno dan Cara Mengawetkan Mayat, Warisan Abadi Sejarah Umat Manusia
- Instagram/rick_213
Malang, WISATA – Orang Mesir kuno percaya, bahwa tubuh harus tetap utuh untuk kelanjutan kehidupan di alam akhirat.
Oleh karena itu tradisi dan ritual mengawetkan mayat dilakukan dengan cara pembalseman.
Orang Mesir kuno percaya bahwa untuk memasuki akhirat, jenazah harus diawetkan melalui proses yang disebut mumifikasi. Ritual suci ini, yang disempurnakan selama ribuan tahun, tidak hanya menunjukkan pengetahuan maju orang Mesir mengenai anatomi dan kimia namun juga mencerminkan keyakinan spiritual dan praktik budaya mereka yang mendalam.
Orang Mesir kuno sangat menghargai kehidupan dan sangat percaya akan kehidupan setelah kematian, sebuah keyakinan yang memotivasi persiapan rumit mereka untuk menghadapi kematian. Bertentangan dengan kesan yang tidak wajar, persiapan-persiapan ini berakar pada keyakinan mendalam bahwa kehidupan terus berlanjut setelah kematian, sehingga memerlukan pelestarian tubuh fisik mereka. Proses mumifikasi bertujuan untuk menjaga tubuh tetap hidup, penting untuk kelangsungan kehidupan di akhirat.
Dipercaya bahwa tubuh mumi menampung jiwa atau ruh; Rusaknya jasad dapat mengakibatkan hilangnya ruh dan tidak dapat masuk ke alam baka. Persiapan makam adalah aspek penting dari kepercayaan ini, dimulai jauh sebelum kematian, dan termasuk menyimpan barang-barang yang dibutuhkan di akhirat seperti furnitur, pakaian, makanan dan barang-barang berharga.
Proses mumifikasi Mesir kuno, sebagaimana dirinci dalam penelitian tahun 2011, merupakan ritual canggih yang membutuhkan waktu 70 hari untuk menyelesaikannya. Periode ini ditandai dengan perpaduan teknik pengawetan fisik yang cermat dan praktik spiritual yang dilakukan oleh para pendeta yang merangkap sebagai pembalsem. Langkah-langkah dan variasi dalam proses mumifikasi tidak hanya mencerminkan keahlian teknologi orang Mesir kuno tetapi juga perbedaan kelas yang merasuki masyarakat mereka.
Pengangkatan Organ Dalam: Awalnya, otak diambil dengan hati-hati melalui lubang hidung menggunakan pengait khusus, yang mencerminkan keyakinan mereka bahwa otak tidak penting untuk kehidupan di akhirat. Sementara itu, organ dalam lainnya yang rentan mengalami pembusukan dengan cepat telah diangkat. Jantung, yang dianggap sebagai inti kehidupan dan keberadaan, biasanya ditinggalkan di dalam tubuh karena diyakini sebagai pusat kelahiran kembali orang yang meninggal di akhirat.