“Pria Kaya Pasti Sedang Mencari Istri”: Sindiran Klasik Jane Austen yang Tak Lekang oleh Zaman

- Cuplikan layar
Jakarta, WISATA –“It is a truth universally acknowledged, that a single man in possession of a good fortune, must be in want of a wife.”
Kalimat pembuka ini dari novel Pride and Prejudice karya Jane Austen (1813) bukan hanya menjadi salah satu kutipan paling ikonik dalam sejarah sastra Inggris, tetapi juga menjadi contoh sempurna bagaimana Austen memadukan kecerdasan, ironi, dan kritik sosial dalam satu kalimat yang terlihat ringan namun menyimpan makna tajam.
Sebagai pengantar ke dalam dunia cerita yang penuh dinamika kelas sosial, perjodohan, dan ekspektasi masyarakat, kutipan ini menyingkap dengan lugas asumsi umum yang berakar kuat di masyarakat Inggris pada masa itu. Austen dengan cerdik menggunakan gaya penulisan yang penuh ironi untuk menggugat norma-norma patriarki dan menyoroti tekanan sosial terhadap perempuan untuk menikah, terutama dengan pria kaya.
Menyindir Realitas Sosial Abad ke-19
Pada abad ke-19, terutama dalam kalangan kelas menengah ke atas di Inggris, pernikahan bukan hanya tentang cinta—ia adalah strategi sosial dan ekonomi. Seorang pria dengan kekayaan dianggap "piala" yang harus segera menemukan istri, dan keluarga dengan anak perempuan melihat pernikahan sebagai solusi finansial dan peningkatan status sosial. Dalam konteks inilah Austen membuka Pride and Prejudice.
Kutipan “seorang pria lajang yang memiliki kekayaan besar pasti sedang mencari seorang istri” secara sarkastik menyoroti bagaimana perempuan sering kali diajarkan untuk mengejar pria dengan harta, bukan karena cinta, tetapi karena keharusan ekonomi dan tekanan sosial.
Padahal, kenyataannya bisa saja sebaliknya—bahwa tidak semua pria kaya sedang mencari pasangan, dan tidak semua perempuan ingin menikah demi stabilitas ekonomi.