CERPEN: Janji Sarah Buat Ivan (2)

CERPEN: Janji Sarah
Sumber :
  • imdb.com

Makassar, WISATASarah berjalan mengekor Ivan yang masuk melalui pintu samping rumahnya, terus melalui dapur dan membuka pintu kamar yang dekat dengan dapur. Di dalam kamar itu berbaring Tante Maya, begitu Sarah kerap memanggilnya, Ibunda Ivan. Beliau sedang berbaring dengan mata terpejam. Tubuhnya terlihat kurus dan lemah. Sepertinya baru tiga bulan lalu Tante Maya masih tampak berisi, dan menyapa Sarah yang sedang membeli es campur di depan rumah.

“Ibu, ada Sarah,” bisik Ivan pelan. 

Tante Maya pelan-pelan membuka mata. Rupanya ia tidak tidur. Tante Maya memicingkan mata mencari wajah Sarah, lalu tersenyum tipis melihat Sarah. Ia menggerakkan jarinya, memberi kode agar Sarah mendekat. 

Sarah mendekat dan duduk di tepi pembaringan. Tante Maya menggerakkan bibir dan bersuara lirih. Sarah mendekatkan telinganya.

“Tolong jaga Ivan kalau tante sudah nggak ada,” bisik Tante Maya.

Demi Tante Maya yang sedang sakit, Sarah mengangguk. Padahal ia tidak paham mengapa seorang lelaki tinggi besar seperti Ivan perlu seorang gadis kurus sepertinya untuk menjaga.

Anggukan Sarah membuat Tante Maya tersenyum lagi. Ia berbisik lagi. Sarah mendengarkan lagi.

“Ibumu minta minum, Van,” ucapnya.

Ivan mengambil gelas tertutup di atas meja kecil di samping tempat tidur. Ada sendok di dalamnya. Ivan menyerahkan gelas kepada Sarah, memberi kode agar Sarah menyuapi ibunya.

Sarah menyuapkan tiga sendok air putih ke mulut Tante Maya. Lalu mendekatkan telinganya lagi karena Tante Maya bergumam lagi.

“Ibumu minta makan bubur, Van. Emang ada bubur?”

“Ada. Sebentar aku siapkan. Tinggal memanaskan,” Ivan dengan sigap langsung beranjak ke dapur. Sarah mendengarkan suara kompor dinyalakan.

“Tante sendirian? Mana Mbak Mamiek?” tanya Sarah. 

Mamiek adalah perawat yang disewa untuk merawat Tante Maya sehari-hari. Mulai dari mengelap badan, memandikan, menyikat gigi, membantu salat, menyuapi, membantu ke belakang, mengganti infus, memberikan obat, dan lain sebagainya.

Tante Maya sudah tiga mingguan ini hanya bisa berbaring lemah, sehingga harus dibantu. Ivan harus sekolah sehingga memang keberadaan Mbak Mamiek sangat diperlukan. Ivan pernah cerita pada Sarah bahwa gaji Mbak Mamiek dibayarkan oleh Om Irwan, adik bungsu Tante Maya yang bekerja sebagai pelaut.

“Mbak Mamiek lagi belanja bulanan, Sar,” Ivan yang menyahut dari dapur. Tak lama ia masuk membawa semangkuk bubur nasi yang sangat lembut. Ia menyerahkan bubur pada Sarah.

“Kata Mbak Mamiek, ibuku harus makan sedikit-sedikit. Jadi tidak ada jadwal khusus makan. Asal dia mau, ya disuapi. Kalau langsung banyak, dia muntah.”

Sarah mengangguk. Ia memegangi mangkuk bubur sambil melihat Ivan yang memperbaiki posisi ibunya dengan bantal yang agak ditinggikan agar dapat makan dengan baik.

Sarah memberikan suapan bubur yang pertama. Tante Maya menelan buburnya sambil memandangi Sarah dan tersenyum-senyum.

“Alhamdulillah, ibu jadi cerahan karena ada Sarah, ya?” goda Ivan pada bundanya. Tante Maya mengangguk-angguk pelan.

Ia menggeleng ketika Sarah hendak memberikan suapan yang kedua.

“Lho, kan masih sedikit banget, Tante? Satu kali lagi, ya? Sarah kurangi deh porsi nyendoknya.”

Tante Maya tersenyum dan mengangguk, mau disuapi lagi. Ia berbisik lagi. Sarah mendengarkan dan mengangguk.

“Apa kata ibu?” tanya Ivan.

“Katanya besok aku disuruh kesini lagi nyuapin,” jawab Sarah. 

“Ibu, Sarah kan, ada kegiatan sendiri, nggak bisa terus-terusan kesini,” ucap Ivan.

“Eh, nggak papa, Van. Kan sebentar saja kesininya. Aku pulang dulu ya, sekarang? Tante, Sarah pulang dulu ya? Tadi nggak pamit kalau kesini soalnya. Nanti mama nyariin.”

Tante Maya mengangguk dan tersenyum. Sarah menyerahkan mangkuk bubur pada Ivan, lalu mencium tangan Tante Maya dan segera keluar. Ivan mengikutinya.

“Terima kasih banyak, Sarah. Sudah mau datang nengokin ibuku.”

“Iya, nggak papa. Selama ini Tante Maya juga sangat baik sama aku.”

Sarah pulang ke rumahnya.

“Dari mana?” tanya mamanya yang sedang membaca novel di ruang tamu.

“Sarah ketemu Ivan, terus disuruh ke rumahnya nengokin ibunya.”

Mama Sarah mengangkat wajahnya dari halaman novel yang dibacanya, “Tumben kamu perhatian sama ibunya Ivan. Bagaimana kondisinya?”

“Kurus banget, Ma. Kasihan. Sakit apa, sih?”

“Mama nggak tahu juga. Dulu waktu mama jenguk bareng ibu-ibu kompleks, katanya dokter juga nggak tahu. Tidak bisa didiagnosa. Kamu nggak tanya sama Ivan?”

Sarah menggeleng. Ia memikirkan apakah perlu menceritakan pada mamanya soal janjinya pada Ivan, namun ia mengurungkan niatnya. Janji itu kan hanya untuk membuat ibu Ivan tenang. Sepertinya tidak akan ada masalah dengan hal itu. Namun, pemikiran Sarah salah besar. Beberapa hari ke depan ia akan menghadapi masalah yang membuat kepalanya pusing (bersambung).*