Soeharjono Gigih Perjuangkan Pekerja Platform Digital di ILC 2025 Jenewa, Ini Alasan di Baliknya

- Handoko/Istimewa
Dari Akar Rumput ke Panggung Global
Perjalanan Soeharjono dalam dunia advokasi buruh bukan hal baru. Sebagai mantan staf teknis di ILO, ia memahami betul seluk-beluk regulasi ketenagakerjaan internasional. Namun sejak kembali ke Indonesia dan memimpin SADA, Soeharjono lebih memilih berada di garis depan — turun ke lapangan, menyapa para pekerja digital, mendengarkan keluhan mereka, dan memperjuangkan solusi kebijakan.
SADA kini telah menjadi pusat advokasi pekerja digital di Indonesia. Mereka aktif memberi pendampingan hukum kepada mitra aplikasi yang dipecat sepihak, mengadakan pelatihan literasi digital dan hukum buruh, serta mendesak pemerintah agar mengakui status pekerja platform sebagai pekerja tetap — bukan sekadar "mitra".
"Yang kita perjuangkan di sini bukan hanya perubahan regulasi, tapi perubahan paradigma. Dunia harus mengakui bahwa meski bekerja lewat aplikasi, mereka tetap buruh. Dan buruh, adalah manusia yang punya hak dasar," tegas Soeharjono.
ILC 2025: Saatnya Dunia Mendengar
Dalam sidang komite “Platform Economy” di ILC 2025 Jenewa, Soeharjono menjadi satu dari sedikit perwakilan buruh dari negara berkembang yang berbicara lantang. Ia menyampaikan bahwa ekonomi digital di Global South berkembang sangat cepat, namun justru tanpa perlindungan hukum yang memadai.
“Di Indonesia, tidak ada batas jam kerja bagi mitra aplikasi. Mereka bisa bekerja 12 jam sehari untuk sekadar mendapat penghasilan cukup. Tidak ada upah minimum, tidak ada cuti, tidak ada jaminan saat sakit. Ini perbudakan gaya baru,” katanya.