Kisah Para Sufi: Ruzbihan Baqli, Sufi yang Menulis dengan Air Mata dan Cinta Mendalam

- Image Creator Grok/Handoko
“Angin yang menyentuh wajahku tadi pagi adalah sapaan dari Kekasihku.”
Ungkapan ini tampak sederhana, namun menyimpan kedalaman spiritual yang menggetarkan. Inilah gaya khas Ruzbihan: melukis Tuhan dalam kata-kata yang manis dan penuh rindu.
Kesunyian dan Tangisan: Dua Sahabat Ruhani
Seperti banyak sufi lainnya, Ruzbihan menjalani hidup dalam kesederhanaan dan kesunyian. Ia tidak mencari popularitas atau kekuasaan. Ia lebih suka menyendiri di mihrabnya, berdzikir dalam diam, dan menulis di tengah tangisan malam. Ia percaya bahwa air mata adalah tinta paling jujur dalam menulis cinta kepada Tuhan.
Kehidupannya juga diwarnai banyak ziarah dan kunjungan spiritual. Ia pernah berkelana ke Makkah dan menghabiskan waktu yang lama dalam perenungan di sana. Ketika kembali ke Shiraz, ia mendirikan zawiyah (tempat sufi berkumpul) dan membimbing murid-murid yang ingin belajar mencintai Tuhan melalui jalan sunyi.
Namun, meski menjadi guru, Ruzbihan tidak pernah menempatkan dirinya sebagai tokoh besar. Ia selalu menyebut dirinya sebagai “pencinta kecil” atau “hamba yang lemah.” Ini adalah cermin dari kerendahan hati yang begitu kuat—sebuah karakter utama para sufi sejati.
Warisan yang Tak Pernah Padam