Strategi Indonesia dalam Pengembangan Teknologi Hijau dan Transportasi Berbasis Listrik

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto
Sumber :
  • Kemenko perekonomian

Jakarta, WISATA – Dalam upayanya mencapai net zero emission, Indonesia telah membuat berbagai langkah strategis untuk mengurangi emisi karbon. Komitmen tersebut dituangkan dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), di mana Indonesia secara resmi menargetkan penurunan emisi karbon melalui lima sektor utama: limbah, industri, pertanian, kehutanan, dan energi, termasuk transportasi.

Pada Kumparan Green Initiative Conference 2024 di Jakarta, Selasa (24/09), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan berbagai kebijakan yang telah dilakukan Indonesia untuk mewujudkan komitmen tersebut. “Indonesia telah mencatatkan penurunan emisi yang signifikan sejak 2020. Ini merupakan hasil dari berbagai kebijakan, termasuk program biodiesel dan peningkatan RON,” jelas Menko Airlangga.

Program Biodiesel dan Transisi Energi di Sektor Transportasi

Indonesia berhasil mencatat kemajuan besar dalam program biodiesel, dengan penerapan mandatori B35 yang akan ditingkatkan menjadi B40 pada tahun 2025. Program ini telah mengurangi ketergantungan pada impor solar dan menyelamatkan devisa hingga Rp404,32 triliun. Selain itu, peningkatan Research Octane Number (RON) menjadi salah satu langkah mitigasi penting yang berhasil menekan emisi karbon dari bahan bakar kendaraan.

“Kita juga mendorong penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai sebagai bagian dari upaya kita menuju green energy,” lanjut Menko Airlangga. Jakarta, sebagai ibu kota, telah menjadi percontohan dengan penggunaan energi hijau dalam transportasi publiknya yang jauh lebih progresif dibandingkan wilayah lain.

Teknologi CCUS untuk Mendukung Net Zero Emission

Selain program biodiesel, Indonesia juga mengembangkan teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) yang berpotensi besar di wilayah seperti Teluk Bintuni dan Arun. CCUS memungkinkan penangkapan dan penyimpanan karbon di bawah tanah sebagai bagian dari strategi net zero emission. Teknologi ini dianggap mampu menangani emisi karbon dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), di mana Indonesia berharap dapat mengombinasikan dengan blue ammonia dan likuifikasi karbon.