Impor Murah Mengguncang Industri Manufaktur, PMI Indonesia Kembali Terjun Bebas pada Agustus 2024PMI

Kondisi Kinerja Manufaktur Indonesia
Sumber :
  • Image Creator/Handoko

Jakarta, WISATA - PMI (Purchasing Manager's Index) manufaktur Indonesia untuk Agustus 2024 kembali mengalami kontraksi, mencatat angka 48,9 yang menurun dari 49,3 pada bulan sebelumnya. Rilis S&P Global menunjukkan bahwa penurunan ini dipicu oleh melemahnya output dan permintaan baru, dengan penurunan yang paling tajam sejak Agustus 2021. Bahkan, permintaan asing turut mencatat penurunan paling cepat sejak Januari 2023.

Dalam tanggapannya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa ia tidak terkejut dengan penurunan ini. Menurutnya, kontraksi ini terjadi akibat belum adanya kebijakan signifikan dari berbagai kementerian dan lembaga yang mampu mendongkrak kinerja industri manufaktur. "Kita sudah menduga penurunan ini akan terjadi, dan ini menunjukkan urgensi untuk mempercepat kebijakan yang dapat membantu industri manufaktur kita," ujar Menperin.

Selain itu, S&P Global juga melaporkan bahwa penurunan penjualan di sektor manufaktur menyebabkan peningkatan stok barang jadi selama dua bulan berturut-turut. Menurut Menperin, hal ini dipengaruhi oleh masuknya barang impor murah yang membanjiri pasar domestik sejak Mei 2024, sehingga konsumen lebih memilih produk impor yang lebih terjangkau. "Ini tantangan besar bagi industri kita, karena penjualan produk dalam negeri terus menurun dan utilisasi mesin produksi merosot," ungkapnya.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, menambahkan bahwa para pelaku industri saat ini memantau perkembangan regulasi pemerintah yang dapat mempengaruhi ekspansi di sektor-sektor tertentu. Contohnya, rencana penerapan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan telah membuat pelaku usaha di sektor makanan dan minuman lebih berhati-hati dalam mengambil langkah ekspansi.

Kemenperin juga menyatakan kekhawatirannya terkait ketidakjelasan data 26.415 kontainer yang dilaporkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hingga saat ini, data tersebut belum jelas, sehingga Kemenperin belum dapat merumuskan kebijakan yang tepat untuk mengantisipasi banjirnya produk impor di pasar domestik. "Tanpa data yang akurat, sangat sulit bagi kami untuk merespon situasi ini dengan tepat," kata Febri.

Lebih jauh, Kemenperin menyatakan bahwa pihaknya sedang mendorong percepatan implementasi Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dan penerapan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD), terutama bagi sektor-sektor yang terdampak seperti keramik dan kertas. Penerapan SNI, percepatan pembatasan barang impor, serta penegakan hukum atas impor ilegal juga menjadi fokus Kemenperin ke depan. "Kami berharap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Gas Bumi Untuk Kebutuhan Dalam Negeri dapat segera disahkan, karena ini dapat menjadi game changer bagi industri manufaktur kita," ujar Febri.

Untuk mendukung daya saing produk dalam negeri, Kemenperin juga mendorong agar produk lokal, terutama dari Industri Kecil dan Menengah (IKM), lebih banyak digunakan dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada produk impor dan mendorong penggunaan produk dalam negeri.

Paul Smith, Economics Director S&P Global Market Intelligence, menjelaskan bahwa penurunan kinerja sektor manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 menyebabkan perusahaan mengurangi jumlah karyawan. Namun, banyak perusahaan yang optimis bahwa situasi ini hanya bersifat sementara dan berharap ekonomi akan stabil dalam waktu satu tahun, sehingga dapat meningkatkan produksi dan permintaan baru.