10 Faktor yang Menyebabkan Seseorang Melakukan Bunuh Diri

Seseorang Mencoba Bunuh Diri dengan Terjun ke Air
Sumber :
  • pixabay

Malang, WISATA – Beberapa waktu belakangan ini banyak kasus bunuh diri yang terjadi di masyarakat. Selama tahun 2023 saja, terdapat 663 kasus bunuh diri yang dilaporkan POLRI seperti dikutip dari komnasperempuan.go.id.

Penting Diketahui! Faktor-Faktor yang Mendorong Terjadinya Demensia

Kasus yang terbaru adalah bunuh diri satu keluarga di Malang, di mana ini menimpa seorang guru SD beserta istri dan seorang anaknya. 

Jika Anda pernah bertanya-tanya, "Mengapa bunuh diri menjadi pilihan untuk menyelesaikan masalah?" Hanya yang bersangkutan yang tahu alasan sebenarnya. Namun demikian, penting untuk mengetahui bahwa, sering kali banyak faktor bergabung untuk mengarahkan seseorang pada keputusan untuk mengambil nyawa mereka sendiri. 

Seorang Wanita Bunuh Diri setelah Operasi Gigi Bungsu yang Gagal Akibat Dugaan Malapraktik

Dilansir dari verywellmind.com, berikut adalah 10 faktor yang perlu dipertimbangkan supaya kita aware terhadap sekeliling kita dan sedapat mungkin mencegah pelaku bunuh diri. 

1. Penyakit Mental

Lonely Death, Orang Tua Meninggal Sendirian Menggejala di Negara Maju, Mengapa Bisa Terjadi?

Kondisi kesehatan mental yang paling umum di balik keputusan seseorang untuk mati karena bunuh diri adalah depresi berat. Depresi dapat membuat orang merasakan tingkat rasa sakit emosional yang tinggi dan kehilangan harapan, membuat mereka tidak dapat melihat cara lain untuk menemukan kelegaan selain mengakhiri hidup mereka sendiri. 

Penyakit mental lain yang dapat meningkatkan risiko bunuh diri meliputi gangguan kecemasan, gangguan bipolar, gangguank,  gangguan makan dan skizofrenia.

2. Stres Traumatis 

Orang-orang yang pernah mengalami pengalaman traumatis seperti pelecehan seksual masa kecil, pemerkosaan, pelecehan fisik, atau trauma perang mempunyai risiko lebih besar untuk bunuh diri, bahkan bertahun-tahun setelah trauma terjadi. Risiko ini sangat tinggi bagi pria yang telah melalui peristiwa kehidupan traumatis. 

Didiagnosis dengan gangguan stres pasca-trauma (PSTD) atau mengalami beberapa peristiwa trauma meningkatkan risiko lebih jauh. Ini sebagian karena depresi umum terjadi setelah trauma dan di antara mereka dengan PTSD, menyebabkan perasaan tidak berdaya dan putus asa yang dapat menyebabkan bunuh diri. 

3. Penggunaan Zat dan Impulsif

Obat-obatan dan alkohol juga dapat memengaruhi seseorang yang merasa ingin bunuh diri, membuat mereka lebih impulsif dan karenanya, lebih mungkin untuk bertindak atas dorongan mereka daripada saat mereka sadar. Kehilangan pekerjaan atau sesuatu yang berhubungan dengan zat juga dapat berkontribusi pada keputusan seseorang untuk mati karena bunuh diri. 

Tingkat gangguan penggunaan zat dan gangguan penggunaan alkohol juga lebih tinggi di antara orang-orang dengan depresi dan gangguan psikologis lainnya. 

4. Kehilangan atau Takut Kehilangan 

Seseorang dapat memutuskan untuk mengambil nyawanya sendiri ketika menghadapi kehilangan atau ketakutan akan kehilangan. Situasi ini dapat mencakup kegagalan akademik, ditangkap atau dipenjara, perundungan (termasuk cyberbullying), dipermalukan atau penghinaan, masalah keuangan, akhir dari persahabatan dekat atau hubungan romantis, kehilangan pekerjaan, kehilangan penerimaan dari teman atau keluarga karena orientasi seksual, kehilangan status sosial.

5. Keputusasaan 

Keputusasaan, baik dalam jangka pendek atau sebagai sifat yang lebih tahan lama, telah ditemukan dalam banyak penelitian untuk berkontribusi pada ide bunuh diri. Semakin tinggi tingkat keputusasaan seseorang, semakin besar upaya bunuh diri mereka yang mematikan.

Orang tersebut mungkin menghadapi tantangan sosial atau fisik dan tidak melihat bagaimana situasinya dapat membaik. Meskipun mungkin tampak jelas bagi pengamat luar bahwa segala sesuatunya akan menjadi lebih baik, orang-orang dengan depresi mungkin tidak dapat mengenali hal ini karena pesimisme dan keputusasaan yang menyertai penyakit ini. 

6. Sakit dan Penyakit Kronis 

Jika seseorang memiliki rasa sakit kronis atau penyakit tanpa harapan penyembuhan atau penangguhan hukuman dari penderitaan, bunuh diri mungkin tampak seperti cara untuk mendapatkan kembali martabat atau kendali atas hidup mereka. 

Menurut sebuah studi di ‘American Journal of Preventative Medicine’, kondisi kesehatan berikut dikaitkan dengan risiko bunuh diri yang lebih tinggi: asma, sakit punggung, cedera otak, kanker, gagal jantung kongestif, diabetes, epilepsy, HIV/AIDS, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, migrain, penyakit parkinson. 

7. Merasa Seperti Beban bagi Orang Lain

Seseorang dengan sakit kronis atau penyakit terminal dapat merasa seperti beban bagi orang lain. Mereka mungkin khawatir bahwa mereka menciptakan kesulitan bagi orang yang mereka cintai dengan meminta tumpangan kebutuhan medis, bantuan tugas-tugas rumah tangga, atau bantuan membayar tagihan rumah sakit.

Merasa seperti beban sering muncul dalam beberapa bentuk pemikiran "dunia akan lebih baik tanpa saya." Jenis retorika ini adalah salah satu penjelasan paling umum untuk perilaku bunuh diri menurut teori bunuh diri interpersonal.

8. Isolasi Sosial 

Seseorang dapat menjadi terisolasi secara sosial karena berbagai alasan, termasuk kehilangan teman atau pasangan, menjalani perpisahan atau perceraian, penyakit fisik atau mental, kecemasan sosial, pensiun, atau karena pindah ke lokasi baru. Hal ini juga dapat disebabkan oleh faktor internal seperti rendahnya harga diri. 

Isolasi sosial dapat meningkatkan pikiran dan perilaku bunuh diri seseorang dan merupakan salah satu faktor risiko utama yang berkorelasi dengan hasil bunuh diri. Isolasi sosial juga dapat menyebabkan faktor risiko bunuh diri lainnya, termasuk kesepian, depresi dan penyalahgunaan alkohol atau narkoba.

9. Teriakan Minta Tolong 

Kadang-kadang orang mencoba bunuh diri bukan karena mereka benar-benar ingin mati, tetapi karena mereka tidak tahu bagaimana mendapatkan bantuan. Meniru tindakan bunuh diri tanpa niat untuk bunuh diri disebut sebagai parasuicide. Dalam kasus-kasus seperti ini, upaya bunuh diri menjadi cara untuk menunjukkan kepada dunia betapa mereka terluka.

Sayangnya, teriakan minta tolong seseorang terkadang terbukti fatal jika mereka salah menilai metode mematikan yang mereka pilih. Orang-orang yang melakukan upaya yang gagal juga berisiko jauh lebih tinggi untuk mencoba lagi dan upaya mereka selanjutnya jauh lebih mungkin mematikan.

10. Bunuh Diri yang Tidak Disengaja 

Beberapa situasi yang tampaknya bunuh diri sebenarnya bisa menjadi kematian yang tidak disengaja. Tren viral berisiko seperti permainan tersedak (juga dikenal sebagai ‘tantangan pass-out,’ ‘flatliner’ dan ‘monyet luar angkasa’) di mana remaja mencekik diri mereka sendiri untuk mencapai sensasi seperti melayang dan sesak napas autoerotic adalah contoh bunuh diri mati lemas. Overdosis yang tidak disengaja, pelepasan senjata api dan keracunan semuanya juga dapat menyebabkan bunuh diri yang tidak disengaja