Mengapa Ryan Holiday Dianggap Sebagai Marcus Aurelius Zaman Modern? Jawabannya Tak Sekadar Soal Filsafat

Ryan Holiday
Sumber :
  • Cuplikan Layar

Jakarta, WISATA — Di tengah gemuruh dunia modern yang dipenuhi ego, kesibukan, dan pencitraan digital, nama Ryan Holiday sering kali muncul sebagai oase kebijaksanaan. Tak sedikit yang menyebutnya sebagai “Marcus Aurelius zaman sekarang”, sebuah julukan yang tentu bukan sembarangan. Tapi mengapa Holiday layak disandingkan dengan kaisar filsuf terbesar dalam sejarah Romawi itu?

Mengalahkan Ego: Pelajaran Hidup Berharga dari Ryan Holiday untuk Hidup yang Lebih Bermakna

Jawabannya bukan hanya karena ia menulis tentang Stoikisme. Tapi karena ia menjalani kehidupan yang merefleksikan prinsip-prinsip Marcus Aurelius dalam praktik sehari-hari—dengan ketekunan, kerendahan hati, dan kesadaran penuh.

Bukan Filsuf Teoretis, Tapi Praktis

Rahasia Kepemimpinan Modern ala Ryan Holiday: Filosofi Stoik yang Membentuk Pemimpin Tangguh

Marcus Aurelius menulis Meditations bukan untuk orang lain, tapi untuk dirinya sendiri—sebagai catatan harian seorang pemimpin yang sedang berjuang menjaga ketenangan di tengah tanggung jawab kekaisaran. Ryan Holiday melakukan hal yang nyaris serupa.

Melalui karya-karyanya seperti The Obstacle Is the Way, Ego Is the Enemy, dan Stillness Is the Key, Holiday menyusun catatan kontemporer tentang bagaimana menjalani hidup yang bermakna, sederhana, dan kuat secara mental—tanpa kehilangan arah di dunia yang gaduh.

Jangan Buang Hidup Anda untuk Orang Lain: Nasihat Hidup Marcus Aurelius yang Menggugah

Ia bukan hanya menulis. Ia juga hidup seperti yang ia ajarkan: jauh dari gemerlap, memilih kesunyian, membangun kebiasaan reflektif, dan fokus pada kontribusi, bukan pengakuan.

Gaya Hidup Stoik yang Dijalani, Bukan Dijual

Holiday tinggal di sebuah peternakan terpencil di Texas, menulis setiap pagi dalam keheningan, merawat keledai, menanam sendiri makanannya, dan membatasi konsumsi media sosial. Ini bukan gimmick. Ini adalah manifestasi nyata dari prinsip Stoik: kendalikan yang bisa dikendalikan, lepaskan yang tidak.

Seperti Marcus, Holiday percaya bahwa kekuatan terbesar manusia bukan terletak pada pencapaian lahiriah, tapi pada keteguhan batin. Ia mengajak kita untuk fokus pada karakter, bukan citra.

Keduanya Menulis untuk Diri, Tapi Menginspirasi Dunia

Meditations tidak pernah ditulis untuk dibaca publik. Begitu juga jurnal harian Holiday. Namun, karena kejujurannya yang mendalam dan kesederhanaannya yang mengena, tulisan-tulisan mereka justru menjadi panduan hidup jutaan orang di seluruh dunia.

Holiday sendiri menekankan pentingnya journaling bukan sebagai rutinitas produktivitas, tapi sebagai cara menjernihkan pikiran, mengurai ego, dan menguatkan niat hidup yang sejati.

Pengaruh Global, Tapi Tetap Membumi

Seperti Marcus yang tetap filosofis di tengah kekuasaan, Holiday tetap sederhana di tengah popularitas. Buku-bukunya menjadi bacaan wajib para CEO, atlet elit, politisi, hingga militer AS. Namun ia tidak pernah berpose sebagai “guru kehidupan”.

Sebaliknya, ia lebih memilih untuk menjadi murid dari kehidupan—sama seperti Marcus, yang di puncak kekuasaan Romawi, tetap belajar setiap hari tentang kerendahan hati, kematian, dan makna sejati hidup.

Prinsip Marcus, Suara Ryan

Berikut beberapa prinsip Marcus Aurelius yang dijalani Ryan Holiday dengan konteks zaman sekarang:

  • “You have power over your mind, not outside events.”
    → Holiday mengajarkan untuk fokus pada reaksi, bukan situasi.
  • “The impediment to action advances action.”
    → Diterjemahkan Holiday lewat The Obstacle Is the Way—bahwa rintangan justru adalah jalan.
  • “Waste no more time arguing what a good man should be. Be one.”
    → Holiday menyederhanakan: berhenti ingin tampak hebat, mulai jadi berguna.

Kesimpulan: Marcus Aurelius di Zaman Podcast dan Notifikasi

Ryan Holiday memang bukan kaisar Romawi. Tapi di era TikTok, notifikasi tak henti, dan budaya instan, ia menjalankan peran yang sangat mirip: menjadi suara tenang yang mengingatkan kita pada nilai-nilai abadi—kesederhanaan, kendali diri, disiplin, dan kebajikan.

Itulah sebabnya banyak orang menganggapnya sebagai Marcus Aurelius zaman modern. Bukan karena status, tapi karena keteladanan dan konsistensi dalam hidup yang dijalani dengan sadar dan bermakna.