Seneca: Kekayaan Tidak Menghilangkan Masalah, Hanya Mengubah Bentuknya

Seneca
Sumber :
  • Cuplikan layar

Malang, WISATA - “For many men, the acquisition of wealth does not end their troubles, it only changes them.”
Filsuf Stoik terkenal dari Romawi, Lucius Annaeus Seneca, menyampaikan kebenaran yang tajam dan abadi dalam kutipan ini. Dalam pandangan Seneca, kekayaan bukanlah jawaban atas semua persoalan hidup. Bagi banyak orang, kekayaan memang mampu mengatasi masalah tertentu—seperti kemiskinan atau keterbatasan akses—tetapi ia juga menghadirkan bentuk-bentuk masalah baru yang lebih kompleks dan tak jarang lebih membebani.

Rahasia Hidup Bahagia ala The Subtle Art of Not Giving a Fck*: Menyelesaikan Masalah, Bukan Menghindarinya

Seneca bukan menentang kekayaan, namun ia ingin menekankan bahwa kekayaan bukanlah jaminan untuk kedamaian batin. Banyak orang salah kaprah dengan berpikir bahwa kekayaan akan menyelesaikan segalanya. Kenyataannya, begitu satu jenis masalah selesai, yang lain muncul dalam bentuk yang berbeda.

 

Masalah Baru yang Hadir Setelah Kekayaan

9 Buku Filsafat Kontemporer Terpopuler yang Menginspirasi Generasi Modern

Banyak orang bermimpi menjadi kaya karena melihat kekayaan sebagai pintu keluar dari kesulitan hidup. Mereka berpikir bahwa memiliki uang yang cukup akan membuat mereka lebih bahagia, lebih dihormati, dan lebih tenang. Namun, pengalaman banyak orang justru menunjukkan bahwa kekayaan sering kali membawa tantangan-tantangan baru:

1. Rasa Takut Kehilangan

Socrates: "Tidak Ada Hal yang Lebih Kuat dari Jiwa yang Terlatih" — Inilah Maknanya untuk Generasi Modern!

Saat seseorang menjadi kaya, muncul kekhawatiran baru: bagaimana jika hartanya hilang? Bagaimana jika bisnis gagal, saham anjlok, atau orang-orang dekat hanya memanfaatkannya?

2. Persaingan dan Iri Hati

Kekayaan dapat memancing iri hati dari lingkungan sekitar. Dalam dunia profesional, kesuksesan sering kali diiringi dengan permusuhan tersembunyi dan tekanan sosial yang tinggi.

3. Hubungan yang Tidak Tulus

Orang kaya sering kesulitan membedakan siapa yang benar-benar peduli dan siapa yang mendekat hanya karena uang. Hubungan menjadi penuh curiga dan kehati-hatian.

4. Masalah Psikologis Baru

Studi modern menunjukkan bahwa orang kaya juga rentan terhadap stres, insomnia, depresi, dan bahkan kecanduan. Hidup mewah tidak otomatis berarti hidup bahagia.

 

Kekayaan Mengubah Masalah, Bukan Menghapusnya

Seneca menyoroti bahwa kekayaan tidak serta-merta menghentikan derita manusia. Ia hanya menggesernya dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Orang miskin mungkin khawatir tentang bagaimana membayar makan malam hari ini, tetapi orang kaya mungkin cemas karena takut dikhianati rekan bisnis atau terlibat dalam skandal keuangan.

Sama seperti obat yang hanya meredakan gejala tanpa menyembuhkan akar penyakit, kekayaan sering kali hanya menutupi masalah sementara. Tanpa perubahan karakter dan kebijaksanaan batin, seseorang tetap akan menderita, tak peduli seberapa besar rekening banknya.

 

Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Filsafat Stoik?

Stoikisme mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati dan ketenangan batin datang dari dalam diri, bukan dari kondisi eksternal. Seneca mendorong kita untuk tidak menaruh seluruh harapan kita pada kekayaan, melainkan pada kemampuan kita mengelola diri dan pikiran.

Beberapa prinsip Stoik yang relevan:

  • Kendalikan yang bisa dikendalikan: Kita tidak bisa mengendalikan kondisi pasar, pendapat orang lain, atau warisan. Tapi kita bisa mengendalikan sikap dan reaksi kita.
  • Latih rasa cukup: Orang bijak bukan yang punya segalanya, tapi yang tahu kapan harus berhenti mengejar.
  • Utamakan kebajikan daripada kemewahan: Integritas, kejujuran, dan kasih sayang adalah aset yang tak bisa dibeli.
 

Kekayaan Tidak Salah, Tapi Harus Dikelola dengan Bijak

Seneca tidak pernah memusuhi kekayaan. Ia sendiri adalah orang berada yang punya akses pada kemewahan. Namun, ia sadar betul bahwa kekayaan harus disikapi dengan sikap waspada dan pengendalian diri.

Kekayaan bisa menjadi alat kebaikan jika digunakan dengan bijak. Misalnya untuk:

  • Membantu sesama,
  • Membangun pendidikan,
  • Menyediakan pekerjaan,
  • Menjaga keseimbangan hidup keluarga.

Namun bila tidak disertai dengan kedewasaan mental dan spiritual, kekayaan bisa menjadi beban dan bahkan kutukan.

 

Contoh Nyata: Kisah Orang-Orang Kaya yang Tidak Bahagia

Banyak cerita nyata dari publik figur yang sudah mencapai puncak kekayaan, tapi tetap merasa kosong dan bahkan mengakhiri hidupnya. Beberapa contoh:

  • Kurt Cobain dan Anthony Bourdain, dua tokoh sukses yang tetap diliputi kegelisahan batin.
  • Pemenang lotre yang akhirnya bangkrut atau bercerai karena tidak siap secara mental menghadapi perubahan drastis dalam hidup.

Fenomena ini menunjukkan bahwa perubahan finansial tanpa transformasi karakter adalah kombinasi yang berbahaya.

 

Penutup: Kedamaian Tidak Dijual dalam Bentuk Emas

“For many men, the acquisition of wealth does not end their troubles, it only changes them.”
Seneca mengajak kita untuk memandang kekayaan secara realistis. Ia bisa memudahkan hidup, tapi bukan menjamin kebahagiaan. Ia bisa menghapus satu masalah, tapi sering kali menghadirkan yang lain.

Jika kita ingin benar-benar bebas dari derita, maka solusinya bukan semata menjadi lebih kaya, tapi menjadi lebih bijak. Saat kebijaksanaan hadir, kita bisa menghadapi kekurangan dengan tenang, dan menikmati kelimpahan tanpa diperbudak oleh rasa takut kehilangan.