Mengapa Pemikiran Aristoteles Masih Relevan di Abad ke-21?
- Handoko/Istimewa
Jakarta, WISATA — Lebih dari dua ribu tahun telah berlalu sejak Aristoteles menuliskan gagasan-gagasan filsafatnya di Yunani kuno. Namun, nama dan pemikirannya tetap menjadi bahan diskusi hangat di ruang-ruang akademik, pendidikan, etika, bahkan politik dan sains modern. Pertanyaannya: mengapa pemikiran Aristoteles masih relevan hingga abad ke-21, di tengah dunia yang kian didominasi teknologi dan artificial intelligence?
Jawabannya terletak pada kedalaman, kelenturan, dan kebermanfaatan pemikiran Aristoteles yang mampu melintasi zaman. Ia tidak hanya menawarkan teori, tetapi kerangka berpikir yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata.
Etika Kebajikan: Jawaban untuk Krisis Moral Modern
Salah satu karya Aristoteles yang paling berpengaruh adalah Etika Nikomachea, di mana ia memperkenalkan konsep “eudaimonia”—kebahagiaan sejati yang diperoleh melalui praktik kebajikan. Dalam masyarakat yang hari ini terobsesi dengan kesuksesan instan dan kepuasan material, ajaran Aristoteles mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati bukan hasil dari kekayaan atau ketenaran, tetapi dari karakter yang baik dan kehidupan yang bermakna.
Prinsip “jalan tengah emas” (golden mean), yaitu mencari keseimbangan antara dua ekstrem, juga menjadi solusi untuk banyak persoalan sosial hari ini, seperti polarisasi politik, budaya konsumtif, dan gaya hidup ekstrem. Kita diajak untuk hidup dalam moderasi, kehati-hatian, dan kebijaksanaan.
Logika dan Rasionalitas di Era Informasi
Di era digital, di mana arus informasi melimpah dan hoaks menyebar cepat, kemampuan berpikir logis menjadi sangat penting. Sistem logika silogisme Aristoteles, meski kuno, justru menjadi dasar dari logika formal, matematika, dan algoritma komputer modern.