“Bersyukurlah atas Apa yang Kamu Miliki, Tetapi Jangan Menjadi Budak Keinginan yang Tak Berujung” – Massimo Pigliucci

Massimo Pigliucci
Sumber :
  • Image Creator Grok/Handoko

Bersyukur bukan hanya tentang mengucapkan terima kasih, tetapi tentang menyadari bahwa apa yang kita miliki hari ini adalah sesuatu yang dulu kita impikan. Rumah, pekerjaan, keluarga, bahkan waktu luang—semua itu sering kali kita anggap biasa, sampai saat kita kehilangannya.

Kata Bijak Massimo Pigliucci yang Menginspirasi Dunia: Kaya Adalah Saat Kita Merasa Cukup

Pigliucci menyarankan agar kita melatih rasa syukur secara sadar. Dalam praktik Stoik, ini bisa dilakukan dengan refleksi harian: tanyakan pada diri sendiri, “Apa yang hari ini bisa aku syukuri?” Latihan ini tidak hanya membentuk karakter, tetapi juga menenangkan batin. Kita menjadi lebih bahagia, bukan karena hidup lebih mudah, tetapi karena kita tidak lagi membandingkan diri dengan orang lain setiap saat.

Keinginan yang Tak Pernah Usai: Penjara Tak Kasat Mata

Zeno dari Citium: Manusia Sebagai Bagian dari Kosmos yang Diatur oleh Logos Semesta

Masalah terbesar dari keinginan adalah sifatnya yang selalu tumbuh. Kita membeli ponsel baru, sebentar kemudian merasa tertinggal karena ada model yang lebih canggih. Kita mencapai target karier, tapi merasa belum puas karena belum sehebat orang lain. Inilah yang disebut Pigliucci sebagai “budak keinginan.”

Filsafat Stoik menawarkan jalan keluar: belajar membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan membuat kita hidup, sementara keinginan bisa membuat kita kehilangan arah hidup. Bukan berarti kita tidak boleh bermimpi atau mengejar sesuatu yang lebih baik. Tapi pertanyaannya: apakah keinginan itu membuat kita lebih bijak? Atau justru lebih cemas dan serakah?

Donald Robertson: Reaksi Pertama Kita Mungkin Tidak Bisa Dikendalikan, Tetapi Respons Selanjutnya Adalah Pilihan Kita

Hidup Minimalis ala Stoik: Bukan Soal Jumlah, Tapi Makna

Pigliucci tidak sekadar menyuruh kita untuk tidak berkeinginan. Ia mendorong kita untuk hidup dengan kesadaran penuh. Dalam bukunya How to Be a Stoic, ia menulis bahwa orang Stoik sejati tidak anti-kemajuan, tetapi tahu kapan cukup adalah cukup. Filosofi ini sangat cocok dengan gerakan minimalisme modern—hidup dengan sedikit, tapi penuh makna.

Halaman Selanjutnya
img_title